Mohon tunggu...
Rizki Maulana Akbar
Rizki Maulana Akbar Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa aktif S1 Komunikasi

Sedang mengenyam pendidikan S1 Ilmu komunikasi

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Pencitraan Politik di Era Sosial Media

26 Desember 2024   21:37 Diperbarui: 26 Desember 2024   22:06 39
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Pencitraan Politik di Era Media Sosial: Mendekatkan atau Menjauhkan dari Substansi?

Rizki Maulana Akbar

Mahasiswa

Media sosial telah menjadi salah satu inovasi terbesar dalam sejarah komunikasi manusia. Platform-platform seperti Instagram, Twitter, TikTok, dan Facebook memungkinkan interaksi instan antara pengguna dari berbagai latar belakang, termasuk politisi dan masyarakat. Di Indonesia, transformasi ini sangat terasa dalam dinamika komunikasi politik. Media sosial tidak hanya menjadi sarana penyampaian informasi, tetapi juga alat utama untuk membangun citra politik, meraih simpati publik, dan memperkuat loyalitas pemilih.

Namun, media sosial juga membawa tantangan baru. Sifatnya yang interaktif dan berbasis visual sering kali mendorong politisi untuk lebih fokus pada pencitraan daripada substansi. Di sisi lain, algoritma platform ini cenderung memperkuat konten sensasional yang memancing emosi, daripada diskusi yang mendalam. Artikel ini akan membahas bagaimana pencitraan politik di media sosial memengaruhi opini publik, memperburuk polarisasi politik, dan berkontribusi terhadap tantangan demokrasi di Indonesia.

Pencitraan Politik: Strategi, Teknik, dan Contoh Nyata

Pentingnya Narasi Visual dalam Politik Modern

Di era media sosial, citra visual menjadi senjata utama dalam strategi komunikasi politik. Sebuah gambar sederhana dapat menyampaikan pesan yang lebih kuat daripada ribuan kata. Dalam konteks ini, politisi sering kali menggunakan foto dan video untuk menunjukkan sisi personal mereka, menciptakan kesan bahwa mereka adalah "orang biasa" yang peduli pada rakyat kecil.

Salah satu contoh terkenal adalah kampanye visual Presiden Joko Widodo (Jokowi). Melalui unggahan di Instagram dan platform lainnya, Jokowi sering menampilkan dirinya sedang berinteraksi langsung dengan masyarakat. Misalnya, video dirinya sedang makan di warung kecil atau blusukan ke pasar tradisional telah menjadi ciri khasnya. Strategi ini berhasil menciptakan citra bahwa Jokowi adalah pemimpin yang sederhana dan merakyat, meskipun kebijakan yang diambil sering kali membutuhkan diskusi lebih dalam tentang dampaknya pada masyarakat.

Selain Jokowi, banyak politisi lain yang mengikuti jejak serupa. Selama Pilkada 2020, misalnya, beberapa kandidat menggunakan TikTok untuk menyampaikan pesan mereka melalui video pendek yang humoris dan menghibur. Meskipun strategi ini efektif dalam menarik perhatian publik, sering kali kontennya minim substansi, hanya berfokus pada visual yang menarik.

Framing dan Manipulasi Persepsi Publik

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun