Mohon tunggu...
Nurrahman Rivansa
Nurrahman Rivansa Mohon Tunggu... Pelajar Sekolah - Mahasiswa Universitas Mercu Buana - Teknik Informatika - Nurrahman Rivansa - 41520010104 - Dosen Pengampu : Prof Dr Apollo, M.Si.Ak,CA,CIBV,CIBV, CIBG

Mahasiswa Universitas Mercu Buana - Teknik Informatika - Nurrahman Rivansa - 41520010104 - Dosen Pengampu : Prof Dr Apollo, M.Si.Ak,CA,CIBV,CIBV, CIBG

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Aplikasi Pemikiran Panopticon Jeremy Bentham dan Kejahatan Struktural Giddens Anthony

28 Mei 2023   22:27 Diperbarui: 29 Mei 2023   07:53 495
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Nama Dosen: Apollo, Prof. Dr, M.Si.Ak

NIM: 41520010104

Nama: Nurrahman Rivansa

Kampus: Universitas Mercu Buana

PANAPTICON JEREMY BENTHAM

Siapa itu Jeremy Bentham? 

Jeremy Bentham adalah seorang filsuf, penulis, dan reformis sosial Inggris yang lahir pada tanggal 15 Februari 1748 di London. Ia dikenal sebagai salah satu tokoh terkemuka dalam filsafat utilitarianisme dan konsep Panopticon.

Bentham adalah seorang pemikir yang berpengaruh dalam berbagai bidang, termasuk etika, politik, hukum, dan ekonomi. Dia mengembangkan teori utilitarianisme yang menganggap bahwa tindakan yang baik adalah tindakan yang menghasilkan kebahagiaan terbesar bagi jumlah orang yang paling banyak. Menurut Bentham, nilai moral suatu tindakan dapat diukur berdasarkan konsekuensinya dalam memaksimalkan kebahagiaan dan mengurangi penderitaan.

Bentham juga dikenal karena kontribusinya terhadap hukum. Dia memperjuangkan konsep hukum yang jelas dan adil, serta peningkatan aksesibilitas hukum bagi semua orang. Salah satu karya pentingnya adalah "Introduction to the Principles of Morals and Legislation" (1789), di mana dia merumuskan prinsip-prinsip utilitarianisme dalam konteks hukum.

Selain itu, Bentham juga mengembangkan konsep Panopticon, yang dia sebut sebagai "mesin untuk menghasilkan kepatuhan." Panopticon adalah konsep desain arsitektur yang menggambarkan sebuah penjara atau institusi pengawasan dengan menara pengawas di tengahnya, dikelilingi oleh sel-sel yang menghadap ke pusat. Desain ini memungkinkan pengawas di menara untuk mengamati seluruh ruangan, sementara individu-individu yang diawasi tidak dapat melihat pengawas secara pasti. Konsep Panopticon bertujuan untuk menciptakan rasa terpantau yang konstan pada individu, sehingga mereka cenderung mematuhi aturan dan norma yang ditetapkan oleh pemerintah atau institusi.

Karya-karya Bentham dan pemikirannya memiliki pengaruh yang signifikan dalam sejarah filsafat dan pemikiran sosial. Ide-idenya tentang utilitarianisme, hukum, dan pengawasan telah membentuk pemikiran dan debat dalam berbagai bidang ilmu sosial dan politik hingga saat ini. Bentham meninggal pada tanggal 6 Juni 1832, tetapi warisannya sebagai seorang pemikir terus hidup dan mempengaruhi pemikiran manusia modern

Apa itu Panopticon ? (What)

Panopticon adalah sebuah konsep arsitektur yang dikembangkan oleh Jeremy Bentham pada abad ke-18. Istilah "panopticon" berasal dari kata Yunani "panoptes" yang berarti "melihat semua". Konsep ini mengacu pada desain penjara atau institusi yang memiliki struktur yang khas, di mana ada sebuah menara pengawas sentral yang dikelilingi oleh sel-sel atau ruangan yang menghadap ke pusat.

Idea utama di balik Panopticon adalah menciptakan kondisi di mana individu-individu yang berada dalam institusi tersebut merasa terus-menerus terpantau, meskipun mereka tidak tahu secara pasti apakah mereka sedang diawasi pada saat tertentu. Dalam desain ini, pengawas berada di pusat bangunan dan memiliki pandangan yang meluas ke seluruh sel atau ruangan yang mengelilinginya. Sebaliknya, individu yang diawasi tidak dapat melihat pengawas, sehingga mereka selalu merasa terpantau dan mungkin melakukan tindakan yang dianggap diharapkan oleh pengawas.

Tujuan dari Panopticon adalah untuk menciptakan rasa disiplin dan kendali yang kuat di antara individu-individu yang berada dalam institusi tersebut. Bentham percaya bahwa dengan adanya pengawasan yang potensial dan meresap secara terus-menerus, individu akan menginternalisasi aturan dan norma yang diberlakukan oleh institusi, sehingga menciptakan perilaku yang diinginkan secara konsisten.

Panopticon bukan hanya diterapkan dalam konteks penjara, tetapi juga telah dikaitkan dengan pengawasan dalam institusi seperti sekolah, rumah sakit jiwa, pabrik, atau bahkan masyarakat secara umum. Konsep ini telah mengilhami pemikiran tentang pengawasan dan kontrol dalam berbagai bidang dan telah menjadi dasar bagi pemahaman kita tentang teknologi pengawasan dan privasi dalam masyarakat modern.

Namun, perlu dicatat bahwa Panopticon juga menuai kritik. Beberapa menganggapnya sebagai bentuk pengawasan yang invasif dan melanggar privasi individu. Penggunaan Panopticon yang berlebihan atau penyalahgunaan kekuasaan dapat menghasilkan efek negatif pada kesejahteraan individu dan kebebasan mereka. Oleh karena itu, implementasi dan penerapan konsep Panopticon harus diimbangi dengan pertimbangan etika, privasi, dan perlindungan hak asasi manusia.

Kelebihan dan Kekurangan Panopticon

Sistem Panopticon yang dikembangkan oleh Jeremy Bentham memiliki kelebihan dan kekurangan tertentu. Berikut adalah beberapa poin penting mengenai kelebihan dan kekurangan sistem Panopticon:

Kelebihan:

  1. Menciptakan disiplin diri: Konsep utama dalam Panopticon adalah adanya kesadaran konstan akan pengawasan, yang dapat mendorong individu untuk mengendalikan perilaku mereka sendiri. Mereka akan menjaga perilaku yang dianggap baik dan menghindari perilaku yang melanggar aturan, karena mereka tidak tahu kapan mereka sedang diamati.

  2. Efisiensi pengawasan: Dengan menggunakan struktur sentral yang mengawasi sejumlah besar individu secara simultan, sistem Panopticon dapat mengurangi jumlah penjaga atau pengawas yang diperlukan. Hal ini dapat menghemat biaya dan sumber daya, serta meningkatkan efisiensi dalam pengawasan.

  3. Pencegahan kejahatan: Dengan adanya pengawasan yang terus-menerus, Panopticon dapat berperan dalam mencegah tindakan kriminal atau melanggar aturan. Ancaman pengawasan yang konstan dapat menjadi deteren bagi individu untuk melakukan pelanggaran.

Kekurangan:

  1. Kekuasaan dan penyalahgunaan: Sistem Panopticon memberikan kekuasaan yang besar kepada pihak yang mengawasi. Ini bisa berpotensi menimbulkan penyalahgunaan kekuasaan, invasi privasi, dan pelanggaran hak asasi individu. Pengawas dapat memanipulasi atau menekan individu dengan menggunakan ancaman pengawasan sebagai alat kekuasaan.

  2. Pengabaian privasi: Sistem Panopticon melibatkan pengawasan yang terus-menerus dan menghilangkan ruang privasi bagi individu yang diamati. Ini dapat menyebabkan rasa tidak aman, ketidaknyamanan, dan perasaan terus-menerus diawasi, yang bisa berdampak negatif pada kesejahteraan psikologis individu.

  3. Efek psikologis yang merugikan: Kehadiran pengawasan yang terus-menerus dalam sistem Panopticon dapat menciptakan rasa tekanan dan ketegangan psikologis. Individu mungkin mengalami stres kronis, perasaan paranoia, dan pemantauan diri yang berlebihan. Ini dapat berdampak negatif pada kesehatan mental dan kesejahteraan individu.

  4. Ketidakadilan dan kesetaraan: Sistem Panopticon tidak mempertimbangkan perbedaan konteks, motivasi, dan niat individu dalam perilaku mereka. Ini dapat mengakibatkan perlakuan yang tidak adil dan mengabaikan konteks sosial yang lebih luas. Selain itu, individu yang memiliki kemampuan atau kekuatan yang lebih besar mungkin dapat menghindari pengawasan atau memanipulasi sistem.

Penting untuk dicatat bahwa sistem Panopticon hanyalah konsep dan belum sepenuhnya diimplementasikan dalam skala yang luas. Meskipun memiliki beberapa kelebihan dalam hal disiplin dan pengawasan, sistem ini juga memiliki kekurangan dan implikasi etis yang harus dipertimbangkan dengan hati-hati.

Kenapa Jeremy Bentham Menciptakan Panopticon? (Why)

Jeremy Bentham menciptakan konsep Panopticon dengan tujuan untuk meningkatkan kekuasaan dan kendali pemerintah terhadap individu-individu dalam masyarakat. Sebagai seorang filsuf utilitarian, Bentham percaya bahwa peningkatan pengawasan dan disiplin dapat membawa manfaat bagi masyarakat secara keseluruhan.

Ada beberapa alasan yang mendasari keinginan Bentham untuk menciptakan Panopticon:

  1. Efisiensi Pengawasan: Bentham percaya bahwa dengan adanya pengawasan yang konstan dan potensial, individu-individu akan merasa terus-menerus terpantau dan cenderung untuk berperilaku sesuai dengan norma yang diinginkan. Ini akan mengurangi kebutuhan akan kehadiran fisik pengawas secara terus-menerus, sehingga menghemat waktu dan sumber daya.

  2. Kontrol Populasi: Bentham melihat Panopticon sebagai alat untuk memperkuat kekuasaan dan kontrol pemerintah terhadap individu-individu dalam masyarakat. Dalam sistem Panopticon, individu-individu menginternalisasi kendali dan mengatur perilaku mereka sendiri sesuai dengan harapan pengawas, bahkan tanpa adanya pengawasan fisik yang konstan. Ini memungkinkan pemerintah atau institusi untuk menjaga ketaatan dan disiplin dalam populasi.

  3. Pencegahan Kejahatan dan Pelanggaran: Bentham melihat Panopticon sebagai alat untuk mencegah kejahatan dan pelanggaran. Dengan individu-individu yang merasa terus-menerus terpantau dan menyadari adanya kemungkinan pengawasan, mereka lebih cenderung mematuhi aturan dan menghindari perilaku yang melanggar.

  4. Penyempurnaan Sistem Hukum dan Peradilan: Bentham percaya bahwa sistem hukum dan peradilan pada zamannya tidak efisien dan tidak adil. Dengan penerapan Panopticon, ia berharap dapat menciptakan sistem yang lebih efektif dalam mengawasi dan memantau para narapidana atau individu yang dinyatakan bersalah. Hal ini akan memperkuat penegakan hukum dan memberikan efek jera yang lebih kuat.

  5. Perbaikan Sosial dan Moral: Bentham menganggap Panopticon sebagai alat untuk memperbaiki perilaku sosial dan moral masyarakat. Dengan meningkatkan pengawasan dan memperkuat kontrol, ia berharap dapat membentuk individu-individu yang lebih taat hukum, menghormati norma-norma sosial, dan berperilaku sesuai dengan kepentingan umum.

Namun, penting untuk dicatat bahwa meskipun niat awal Bentham mungkin berasal dari keyakinan bahwa Panopticon dapat membawa manfaat bagi masyarakat, konsep ini juga mengundang kritik terkait dengan pelanggaran privasi, potensi penyalahgunaan kekuasaan, dan pengurangan kebebasan individu.

Kenapa Panopticon Menarik? 

Panopticon menarik karena konsepnya menggabungkan elemen-elemen arsitektur, psikologi, dan kontrol sosial yang mempengaruhi cara kita memahami pengawasan dan disiplin dalam masyarakat. Berikut adalah beberapa alasan mengapa Panopticon menarik:

  1. Desain Arsitektur yang Unik: Panopticon menggabungkan desain arsitektur yang khas, di mana ada sebuah menara pengawas sentral yang dikelilingi oleh sel-sel atau ruangan yang menghadap ke pusat. Desain ini menciptakan efek visual yang kuat dan mengkomunikasikan pesan pengawasan yang konstan kepada individu-individu yang berada dalam institusi tersebut.

  2. Psikologi dan Pengaruh Terhadap Perilaku: Konsep Panopticon didasarkan pada teori bahwa ketidaktahuan individu tentang kapan atau di mana mereka sedang diawasi akan menciptakan rasa terus-menerus terpantau. Hal ini mempengaruhi perilaku mereka, karena mereka cenderung mematuhi aturan dan norma yang ditetapkan untuk menghindari hukuman atau penilaian negatif yang mungkin timbul dari pengawasan yang potensial.

  3. Kekuatan Pengawasan yang Efektif: Panopticon memberikan pengawasan yang potensial dan meresap, sehingga menciptakan efek jera dan disiplin yang kuat. Individu merasa terpantau bahkan tanpa adanya pengawasan fisik yang konstan. Mekanisme ini menciptakan kontrol yang lebih efektif dalam mempengaruhi perilaku individu.

  4. Implikasi dalam Masyarakat Modern: Meskipun Panopticon dikembangkan pada abad ke-18, konsep ini masih relevan dalam masyarakat modern. Dalam era digital dan kemajuan teknologi, bentuk-bentuk pengawasan semakin berkembang dan meresap ke dalam kehidupan sehari-hari. Panopticon mencerminkan tantangan dan pertimbangan yang terkait dengan privasi, kontrol sosial, dan perlindungan hak individu dalam konteks masyarakat yang terus terhubung.

  5. Diskusi Etika dan Kebebasan: Panopticon memicu diskusi yang menarik tentang etika pengawasan, privasi, dan kebebasan individu. Konsep ini menantang batasan antara perlindungan masyarakat dan hak-hak individu. Menggali konsep Panopticon membantu kita mempertanyakan dan memahami bagaimana pengawasan dan kontrol dapat mempengaruhi kehidupan kita serta implikasi etis yang terkait.

Bentham percaya bahwa dengan menggunakan desain arsitektur yang tertentu, individu-individu dapat diawasi secara konstan tanpa mereka menyadari kapan atau di mana pengawasan terjadi. Dalam sistem ini, pengawas berada di pusat bangunan dan memiliki pandangan yang meluas ke seluruh sel atau kamar yang mengelilinginya. Sebaliknya, individu-individu yang diawasi tidak dapat melihat pengawas, sehingga mereka selalu merasa terpantau dan melakukan tindakan yang dianggap diharapkan oleh pengawas.

Dalam keseluruhan, daya tarik Panopticon terletak pada keterkaitannya dengan arsitektur, psikologi, pengaruh sosial, dan pertanyaan etika yang mempengaruhi bagaimana kita memahami pengawasan dan kontrol dalam masyarakat.

Kenapa banyak yang tidak suka dengan panopticon ? 

canva
canva

Banyak orang yang tidak setuju dengan konsep Panopticon karena menganggapnya memiliki beberapa masalah dan implikasi yang kontroversial. Berikut adalah beberapa alasan mengapa banyak yang tidak setuju dengan Panopticon:

  1. Pelanggaran Privasi: Konsep Panopticon melibatkan pengawasan yang konstan dan meresap, yang dapat melanggar hak privasi individu. Pengawasan yang terus-menerus tanpa adanya batasan dapat menciptakan kecemasan dan kekhawatiran akan penggunaan yang salah dari informasi pribadi dan penyalahgunaan kekuasaan oleh pemerintah atau institusi yang berkuasa.

  2. Penindasan dan Kontrol Sosial yang Berlebihan: Implementasi Panopticon yang ekstensif dapat menciptakan atmosfer kontrol sosial yang berlebihan. Individu merasa terus-menerus terawasi dan ditekan untuk mematuhi norma dan aturan yang ditetapkan oleh pemerintah atau institusi yang berkuasa, tanpa ada ruang untuk ekspresi diri dan kebebasan individu.

  3. Potensi Penyalahgunaan Kekuasaan: Konsep Panopticon memberikan kekuasaan yang besar kepada mereka yang berada dalam posisi pengawasan. Potensi penyalahgunaan kekuasaan, manipulasi, dan kontrol terhadap individu atau kelompok tertentu menjadi kekhawatiran utama. Hal ini dapat mengarah pada ketidakadilan, diskriminasi, dan pelanggaran hak asasi manusia.

  4. Penghambatan Kreativitas dan Inovasi: Pengawasan yang konstan dan atmosfer Panopticon dapat menghambat kreativitas dan inovasi. Rasa takut dan perasaan terpantau yang terus-menerus dapat membuat individu merasa terkekang dalam melakukan eksplorasi ide baru dan berani berpikir di luar batasan yang ditetapkan.

  5. Kurangnya Empati dan Pembangunan Kemanusiaan: Pendekatan pengawasan yang terus-menerus dalam Panopticon dapat mengurangi kemampuan untuk membangun empati dan hubungan kemanusiaan yang sehat. Kurangnya interaksi manusia yang sebenarnya dan kehadiran pengawasan yang tidak berwujud dapat menghambat kemampuan kita untuk saling memahami dan berempati satu sama lain.

Semua pertimbangan ini menggarisbawahi pentingnya menjaga keseimbangan antara keamanan dan privasi, kebebasan individu, dan perlindungan hak asasi manusia dalam merancang sistem pengawasan dan kontrol sosial yang adil dan beretika dalam masyarakat.

Bagaimana cara menerapkan Panopticon? (How)

Penting untuk dicatat bahwa Panopticon adalah sebuah konsep yang dikembangkan oleh Jeremy Bentham dan belum sepenuhnya diimplementasikan dalam skala yang luas. Namun, jika Anda tertarik untuk memahami bagaimana konsep Panopticon dapat diterapkan secara teoritis, berikut adalah beberapa langkah yang dapat diambil:

  1. Desain bangunan fisik: Dalam konsep Panopticon, desain bangunan fisik memainkan peran penting. Bangunan tersebut harus memiliki struktur melingkar dengan penjara atau ruang tahanan di sekitarnya, dan pusat pengawasan yang terletak di tengah. Ruangan individu diatur sedemikian rupa sehingga penghuni dapat terlihat, tetapi mereka tidak dapat melihat pengawas. Kaca cermin atau teknologi pengawasan modern dapat digunakan untuk mencapai efek ini.

  2. Pengawasan terus-menerus: Dalam sistem Panopticon, pengawasan harus dilakukan secara terus-menerus dan tanpa henti. Pengawas yang berada di pusat harus memiliki kemampuan untuk mengawasi semua ruangan dan individu sekaligus. Ini bisa dilakukan dengan bantuan teknologi pengawasan seperti kamera CCTV atau sistem pemantauan elektronik.

  3. Efek pengawasan: Penting untuk menciptakan kesadaran konstan akan adanya pengawasan. Individu yang diamati harus merasa bahwa mereka dapat dipantau setiap saat, bahkan jika pengawas tidak selalu ada di tempat. Ini dapat dicapai dengan menggunakan sinyal atau tanda-tanda visual yang menunjukkan keberadaan pengawasan, atau dengan mengatur pengawas yang muncul secara acak atau tidak terduga.

  4. Disiplin diri: Konsep Panopticon didasarkan pada gagasan bahwa penghuni atau subjek yang diamati akan mengembangkan disiplin diri mereka sendiri karena adanya pengawasan yang konstan. Mereka akan memonitor dan mengendalikan perilaku mereka sendiri, menghindari tindakan yang melanggar aturan atau norma yang ditetapkan.

  5. Penggunaan data dan informasi: Dalam sistem Panopticon, data dan informasi yang dikumpulkan dari pengawasan dapat digunakan untuk analisis dan evaluasi. Ini dapat membantu mengidentifikasi pola perilaku, mendeteksi pelanggaran, atau mengidentifikasi individu yang membutuhkan perhatian lebih lanjut. Informasi ini dapat digunakan untuk mengambil tindakan yang sesuai, baik untuk memberikan penghargaan atau memberikan hukuman.

Penting untuk dicatat bahwa penerapan Panopticon secara nyata melibatkan banyak implikasi etis dan privasi yang kompleks. Selain itu, diperlukan pendekatan yang hati-hati dalam memastikan perlindungan hak asasi manusia, keadilan, dan kesejahteraan individu yang diamati.

Contoh Kasus: Penjara PanopticonSalah satu contoh penerapan Panopticon adalah dalam sistem penjara. Dalam penjara Panopticon, penjaga berada di menara pengawas di tengah bangunan dan memiliki pemandangan yang meluas ke seluruh blok sel. Setiap sel diatur menghadap ke pusat, sehingga tahanan tidak dapat melihat apakah mereka sedang diawasi atau tidak. Tahanan merasa terus-menerus terpantau dan menjadi lebih patuh terhadap aturan dan peraturan penjara. Dalam contoh ini, elemen psikologis dari Panopticon bekerja dengan sangat baik, karena individu-individu yang diawasi menginternalisasi kendali dan melakukan perilaku yang diharapkan tanpa adanya pengawasan nyata yang konstan. 

Dampak Panopticon dalam MasyarakatKonsep Panopticon memiliki implikasi yang luas dalam masyarakat modern. Dalam era digital dan kemajuan teknologi, bentuk-bentuk pengawasan semakin berkembang dan meresap ke dalam kehidupan sehari-hari. Misalnya, pengawasan melalui kamera CCTV di tempat umum, pengawasan online melalui media sosial, dan praktik pengawasan pemerintah terhadap komunikasi pribadi. Semua ini mencerminkan prinsip dasar Panopticon, di mana individu-individu merasa terus-menerus terpantau dan menjadi lebih cenderung mematuhi norma dan aturan yang ditetapkan oleh masyarakat.

Kritik terhadap PanopticonMeskipun Panopticon sering kali dianggap sebagai instrumen efektif untuk menjaga keamanan dan ketaatan, ia juga dikritik karena potensi penyalahgunaan kekuasaan dan pelanggaran privasi. Konsep pengawasan yang konstan dan meresap dapat menciptakan atmosfer ketakutan dan kecemasan yang berdampak negatif terhadap kesejahteraan mental individu. Selain itu, dalam konteks masyarakat yang demokratis, perlindungan privasi dan kebebasan individu menjadi pertimbangan penting dalam menerapkan prinsip-prinsip Panopticon.

KesimpulanPanopticon, konsep arsitektur yang diciptakan oleh Jeremy Bentham, menggabungkan elemen psikologi dan arsitektur untuk menciptakan sistem pengawasan yang efektif. Dalam kasus penjara, misalnya, Panopticon dapat mempengaruhi perilaku tahanan dengan membuat mereka merasa terus-menerus terpantau. Namun, penggunaan dan penerapan Panopticon juga harus diimbangi dengan pertimbangan etika, privasi, dan kebebasan individu. Dalam era digital yang terus berkembang, penting untuk mempertimbangkan dampak dan konsekuensi dari pengawasan yang meluas dalam masyarakat.

KEJAHATAN STRUKTURAL GIDDENS ANTHONY\

Siapa itu Giddens Anthony? 

Anthony Giddens adalah seorang sosiolog terkemuka asal Inggris. Lahir pada tanggal 18 Januari 1938 di London, Giddens dikenal sebagai salah satu tokoh utama dalam teori sosial kontemporer. Ia telah membuat kontribusi penting dalam bidang sosiologi, teori sosial, dan studi kehidupan modern.

Giddens meraih gelar sarjana dalam bidang Sosiologi di University of Hull dan melanjutkan studinya di London School of Economics (LSE) di mana ia memperoleh gelar Ph.D. pada tahun 1961. Setelah itu, ia menjadi dosen di LSE dan pada tahun 1971, ia diangkat menjadi profesor sosiologi di University of Cambridge. Giddens kemudian menjadi Direktur London School of Economics pada tahun 1997 hingga 2003.

Salah satu kontribusi utama Giddens dalam sosiologi adalah teori sosial yang dikenal sebagai "strukturasi". Teori ini menggabungkan pandangan struktural dan agensi dalam memahami interaksi sosial. Giddens berpendapat bahwa struktur sosial dan tindakan individu saling terkait dan saling mempengaruhi dalam proses sosial. Dalam pandangan Giddens, agensi individu memiliki peran yang penting dalam membentuk dan membentuk struktur sosial, sementara struktur sosial juga membatasi dan mempengaruhi tindakan individu.

Giddens juga dikenal karena konsep "modernitas reflektif" yang diajukannya. Konsep ini mengacu pada perubahan sosial dan budaya yang terjadi dalam masyarakat modern. Menurut Giddens, modernitas reflektif melibatkan transisi dari masyarakat tradisional yang diatur oleh nilai-nilai tetap dan rutinitas yang kaku, menuju masyarakat yang lebih terbuka, reflektif, dan cenderung untuk meragukan nilai-nilai yang ada. Dalam konteks modernitas reflektif, individu memiliki tugas untuk mengelola dan membuat pilihan dalam kehidupan mereka sendiri.

Karya-karya Giddens yang terkenal antara lain "The Constitution of Society" (1984), "Modernidad e identidad del yo: el yo y la sociedad en la época contemporánea" (1991), dan "The Third Way: The Renewal of Social Democracy" (1998). Ia telah memberikan kontribusi besar terhadap pemikiran sosial kontemporer dan teori sosial, serta pengaruhnya dapat ditemukan dalam berbagai bidang ilmu sosial.

Apa itu struktural? (What)

Menurut Anthony Giddens, konsep struktural merujuk pada pola-pola hubungan sosial yang terorganisir dalam masyarakat. Giddens menganggap struktur sosial sebagai elemen penting dalam membentuk interaksi dan perilaku manusia.

Giddens menyoroti bahwa struktur sosial mencakup berbagai aspek, termasuk hierarki sosial, institusi, norma, nilai-nilai, dan peran sosial yang ada dalam masyarakat. Struktur sosial memberikan kerangka referensi bagi individu, mengatur tindakan mereka, dan mempengaruhi cara mereka berinteraksi dengan orang lain.

Namun, Giddens juga menekankan bahwa struktur sosial tidak bersifat statis atau mengikat. Menurutnya, struktur sosial terbentuk, dipertahankan, dan berubah melalui praktek-praktek sosial sehari-hari. Tindakan individu berperan dalam membangun, mengubah, atau mempertahankan struktur sosial, sementara struktur sosial memberikan batasan dan kemungkinan bagi tindakan individu.

Giddens menggunakan konsep "strukturasi" untuk menjelaskan interaksi yang kompleks antara struktur sosial dan agensi individu. Menurutnya, strukturasi mengacu pada proses saling mempengaruhi antara struktur sosial dan tindakan individu. Tindakan individu tidak hanya dipengaruhi oleh struktur sosial, tetapi juga dapat menghasilkan perubahan dalam struktur sosial itu sendiri.

Dalam pemikiran Giddens, strukturasi juga mencerminkan adanya perubahan sosial dalam masyarakat modern. Dia menggambarkan konsep "modernitas reflektif", yang mengacu pada peningkatan kesadaran individu tentang peran mereka dalam masyarakat dan konsekuensi dari tindakan mereka. Modernitas reflektif juga melibatkan peningkatan kebebasan individu dalam membuat pilihan dan mengelola kehidupan mereka.

Dalam sumbangan konsep strukturalnya, Giddens menekankan pentingnya memahami hubungan dinamis antara struktur sosial dan tindakan individu dalam memahami perilaku sosial dan perubahan sosial. Pendekatan ini telah mempengaruhi berbagai bidang studi sosial dan memberikan wawasan tentang kompleksitas hubungan antara struktur sosial dan agensi individu.

Kejahatan struktural merujuk pada jenis kejahatan yang timbul sebagai akibat dari ketidakadilan struktural, ketimpangan kekuasaan, dan faktor-faktor sosial, ekonomi, politik, dan budaya yang menciptakan lingkungan yang mendukung tindakan kriminal. Kejahatan ini tidak hanya melibatkan tindakan individu, tetapi juga dipengaruhi oleh struktur sosial yang ada dalam masyarakat.

Penting untuk memahami bahwa kejahatan struktural berbeda dengan kejahatan konvensional yang lebih fokus pada tindakan individu sebagai penyebab utama kejahatan. Kejahatan struktural melihat kejahatan sebagai hasil dari ketidakadilan dan ketimpangan yang ada dalam struktur sosial yang lebih luas. Faktor-faktor seperti kemiskinan, ketidaksetaraan sosial, ketidakadilan ekonomi, akses terbatas terhadap sumber daya, serta norma dan nilai yang merugikan kelompok tertentu dalam masyarakat, semuanya berkontribusi terhadap terjadinya kejahatan struktural.

Contoh kejahatan struktural meliputi:

  1. Kejahatan korporasi: Ini mencakup tindakan ilegal atau tidak etis yang dilakukan oleh perusahaan atau organisasi bisnis, seperti penipuan keuangan, pencucian uang, korupsi, dan pelanggaran lingkungan.

  2. Kejahatan ekonomi dan keuangan: Ini mencakup kegiatan ilegal dalam sektor ekonomi dan keuangan, seperti penipuan, insider trading, dan pencurian identitas.

  3. Kejahatan lingkungan: Ini melibatkan pelanggaran terhadap hukum atau norma-norma lingkungan, seperti pencemaran udara, pencemaran air, dan pengrusakan habitat alam.

  4. Kejahatan sosial: Ini terjadi sebagai akibat dari ketidakadilan sosial, marginalisasi kelompok tertentu, dan ketimpangan kekuasaan dalam masyarakat. Contohnya adalah kejahatan jalanan, kekerasan kelompok, perdagangan manusia, dan kekerasan terhadap kelompok minoritas.

  5. Kejahatan institusional: Ini terjadi ketika lembaga atau organisasi yang seharusnya bertanggung jawab atas kesejahteraan masyarakat terlibat dalam pelanggaran hak asasi manusia, penyalahgunaan kekuasaan, atau pelanggaran etika.

Kejahatan struktural menyoroti pentingnya memahami konteks sosial, ekonomi, dan politik yang menciptakan dan mempertahankan tindakan kriminal. Untuk mengatasi kejahatan struktural, diperlukan perubahan pada struktur sosial yang mendukung ketidakadilan dan ketimpangan, serta penguatan kebijakan dan upaya pencegahan yang bertujuan mengurangi ketidaksetaraan sosial dan memperbaiki kondisi sosial yang menciptakan peluang kejahatan.

Teori kejahatan struktural adalah pendekatan dalam bidang kriminologi yang mengemukakan bahwa kejahatan tidak hanya dipengaruhi oleh faktor individu atau perilaku kriminal, tetapi juga oleh struktur sosial yang ada dalam masyarakat. Teori ini menyoroti pentingnya faktor-faktor struktural seperti ketidakadilan, ketimpangan sosial, dan ketidaksetaraan dalam memahami dan menjelaskan kejahatan.

Beberapa teori kejahatan struktural yang terkenal termasuk:

  1. Teori Konflik: Teori ini berpendapat bahwa kejahatan muncul dari ketidakadilan dan ketimpangan kekuasaan yang ada dalam masyarakat. Struktur sosial yang didominasi oleh ketidaksetaraan ekonomi dan sosial menciptakan konflik antara kelompok-kelompok yang bersaing untuk sumber daya dan kekuasaan. Kejahatan dianggap sebagai bentuk respons atau perlawanan terhadap ketidakadilan dan penindasan.

  2. Teori Labelling (Labeling Theory): Teori ini menekankan bahwa kejahatan seringkali merupakan hasil dari proses label atau penandaan oleh lembaga sosial dan sistem hukum. Ketika seseorang diberi label sebagai "penjahat" atau "kriminal", stigma ini dapat mempengaruhi identitas dan perilaku individu, yang pada gilirannya dapat menyebabkan lebih banyak kejahatan.

  3. Teori Anomie: Teori ini menghubungkan kejahatan dengan ketidakseimbangan atau kekacauan sosial. Ketika individu merasa tidak terikat dengan norma dan nilai-nilai sosial yang mapan, mereka mungkin cenderung terlibat dalam perilaku yang melanggar hukum. Ketidaksesuaian antara tujuan yang diinginkan dan cara untuk mencapainya dapat menciptakan rasa anomie atau kebingungan, yang dapat mendorong individu menuju kejahatan.

  4. Teori Strain: Teori ini berpendapat bahwa kejahatan adalah hasil dari ketidakseimbangan antara tujuan sosial yang diinginkan dan kemampuan individu untuk mencapainya secara sah. Ketika individu menghadapi tekanan atau tekanan yang besar untuk mencapai kesuksesan material atau status sosial, tetapi tidak memiliki akses yang sama ke sumber daya atau peluang, mereka mungkin tergoda untuk mencapai tujuan tersebut melalui jalur kriminal.

Teori kejahatan struktural menekankan pentingnya memperhatikan faktor-faktor struktural dalam menjelaskan dan mengatasi kejahatan. Pemahaman yang lebih luas tentang ketidakadilan sosial, ketimpangan kekuasaan, dan dinamika struktural dapat membantu dalam mengembangkan strategi pencegahan kejahatan yang lebih efektif dan memperbaiki kondisi sosial yang mendorong terjadinya kejahatan.

Latar belakang muncul nya struktural (What)

Latar belakang munculnya pandangan struktural dalam pemikiran Anthony Giddens dapat dilacak ke dalam konteks perkembangan teori sosial dan perubahan sosial yang terjadi pada waktu itu. Beberapa faktor yang mempengaruhi perkembangan pandangan struktural Giddens antara lain:

  1. Kritik terhadap pemikiran fungsionalis: Pada saat Giddens mulai mengembangkan pemikirannya, paradigma fungsionalis yang mendominasi teori sosial mulai dikritik. Paradigma ini cenderung menekankan stabilitas dan integrasi sosial serta kecenderungan untuk mengabaikan perubahan sosial dan pertentangan dalam masyarakat. Kritik terhadap pemikiran fungsionalis ini memunculkan kebutuhan untuk pendekatan yang lebih dinamis dan memperhatikan ketegangan dan pertentangan sosial.

  2. Peningkatan kompleksitas masyarakat modern: Pada saat Giddens mengembangkan teorinya, masyarakat modern mengalami perubahan sosial yang signifikan. Peningkatan kompleksitas sosial, urbanisasi, dan perkembangan teknologi menyebabkan perubahan dalam interaksi sosial dan pola hubungan dalam masyarakat. Giddens tertarik untuk memahami bagaimana struktur sosial berperan dalam mengatur interaksi sosial di tengah kompleksitas ini.

  3. Perubahan dalam pemikiran sosial dan filsafat: Pemikiran sosial dan filsafat pada masa itu juga memberikan kontribusi penting terhadap perkembangan pandangan struktural Giddens. Giddens dipengaruhi oleh pemikiran-pemikiran seperti fenomenologi, hermeneutika, dan teori tindakan sosial yang menekankan pentingnya tindakan individu dan konstruksi sosial dalam membentuk realitas sosial.

  4. Keterbatasan teori-teori sebelumnya: Giddens merasa bahwa teori-teori sosial yang ada pada saat itu belum sepenuhnya dapat menjelaskan kompleksitas dan dinamika masyarakat modern. Teori-teori tersebut terlalu fokus pada entitas-entitas yang terisolasi seperti individu atau struktur sosial, sementara Giddens ingin menggabungkan kedua perspektif ini melalui pendekatan struktural yang lebih holistik.

Dalam rangka mengatasi keterbatasan-keterbatasan ini dan memberikan pemahaman yang lebih komprehensif tentang hubungan antara struktur sosial dan tindakan individu, Giddens mengembangkan pandangan strukturalnya sendiri. Pemikirannya memperluas pemahaman tentang struktur sosial dan membawa elemen dinamis, reflektif, dan saling mempengaruhi ke dalam analisis sosial. Hal ini memungkinkan pemahaman yang lebih baik tentang perubahan sosial, ketegangan sosial, dan kompleksitas interaksi sosial dalam masyarakat modern. 

Mengapa korupsi terjadi menurut Anthony Giddens (Why)

Anthony Giddens adalah seorang sosiolog terkenal yang memfokuskan perhatiannya pada teori sosial dan perubahan sosial dalam masyarakat modern. Meskipun Giddens tidak secara khusus membahas korupsi dalam karya-karyanya, beberapa konsep dan perspektif yang dia kemukakan dapat memberikan pemahaman tentang korupsi.

Giddens menganggap korupsi sebagai salah satu bentuk kejahatan struktural yang timbul sebagai akibat dari ketidaksetaraan sosial, ketidakadilan struktural, dan ketimpangan kekuasaan dalam masyarakat. Menurut Giddens, korupsi terjadi ketika individu atau kelompok memanfaatkan posisi atau kekuasaan mereka untuk mendapatkan keuntungan pribadi, tanpa memperhatikan kepentingan publik atau tujuan institusi yang mereka wakili.

Giddens menyoroti pentingnya memahami korupsi sebagai fenomena yang tidak hanya melibatkan tindakan individu, tetapi juga dipengaruhi oleh struktur sosial yang ada. Dalam pandangan Giddens tentang strukturalisme, struktur sosial mencakup norma, nilai-nilai, dan institusi yang membentuk tindakan individu. Korupsi dapat terjadi ketika struktur sosial yang ada memungkinkan atau bahkan mendorong individu atau kelompok untuk melanggar norma dan nilai-nilai etika yang mengatur penggunaan kekuasaan dan sumber daya.

Selain itu, Giddens menekankan pentingnya peran individu dalam mempertahankan dan memelihara struktur sosial. Dalam konteks korupsi, individu yang berada dalam posisi kekuasaan memiliki tanggung jawab untuk bertindak secara etis dan memelihara integritas institusi yang mereka wakili. Namun, ketika individu tersebut terlibat dalam tindakan korupsi, mereka tidak hanya melanggar norma sosial, tetapi juga membahayakan keberlanjutan struktur sosial itu sendiri.

Dalam konteks korupsi, pemikiran Giddens mengarahkan perhatian pada pentingnya memperbaiki ketimpangan kekuasaan dan ketidakadilan struktural dalam masyarakat. Dia menekankan perlunya reformasi kelembagaan, transparansi, akuntabilitas, dan partisipasi publik dalam mengatasi masalah korupsi. Pendekatan ini menempatkan tanggung jawab pada seluruh masyarakat untuk berperan aktif dalam membentuk struktur sosial yang menghasilkan keadilan, keberlanjutan, dan pencegahan korupsi.

Meskipun Giddens tidak secara spesifik membahas korupsi, pendekatan dan konsep struktural dalam pemikirannya dapat memberikan landasan bagi pemahaman tentang asal-usul, dampak, dan upaya pencegahan korupsi dalam masyarakat modern.

sedangkan menurut teori struktural :

Menurut teori struktural, korupsi dipahami sebagai hasil dari struktur sosial yang tidak adil, ketidaksetaraan kekuasaan, dan ketimpangan ekonomi dalam masyarakat. Teori struktural melihat korupsi sebagai produk dari sistem sosial yang memungkinkan individu atau kelompok tertentu memanfaatkan posisi dan kekuasaan mereka untuk memperoleh keuntungan pribadi dengan merugikan kepentingan publik.

Dalam konteks teori struktural, korupsi bukanlah sekadar masalah individu atau kelompok yang "rusak moral". Lebih dari itu, korupsi dipahami sebagai hasil dari dinamika dan ketidakseimbangan dalam struktur sosial yang menciptakan peluang dan insentif untuk tindakan korupsi. Struktur sosial ini dapat melibatkan norma, nilai-nilai, hukum, kebijakan, institusi politik, dan ekonomi yang membentuk tindakan individu.

Dalam kerangka teori struktural, korupsi terkait dengan adanya ketidakadilan dalam distribusi sumber daya, kesenjangan ekonomi, dan akses yang tidak merata terhadap peluang dan kekuasaan. Korupsi sering kali muncul ketika individu atau kelompok yang berada dalam posisi kekuasaan memanfaatkan posisi tersebut untuk mendapatkan keuntungan pribadi atau kelompok, sementara masyarakat secara luas tidak mendapatkan manfaat yang seharusnya.

Teori struktural menyoroti pentingnya melihat korupsi sebagai produk dari ketidakadilan struktural yang perlu diperbaiki melalui perubahan dalam sistem sosial, kebijakan, dan institusi. Pendekatan ini menekankan perlunya reformasi kelembagaan, transparansi, akuntabilitas, dan partisipasi publik dalam mengatasi korupsi. Selain itu, teori struktural juga menyoroti pentingnya mengurangi ketimpangan kekuasaan dan ketidaksetaraan ekonomi dalam masyarakat untuk mengurangi insentif dan peluang korupsi.

Dalam teori struktural, korupsi dipahami sebagai bagian dari kompleksitas masalah sosial yang tidak dapat diatasi hanya dengan menyalahkan individu atau mengandalkan tindakan pencegahan dan penegakan hukum yang individual. Perubahan sosial yang lebih luas diperlukan untuk mengatasi akar masalah korupsi dengan mengubah struktur sosial yang menciptakan dan mempertahankan praktik korupsi.

Pendekatan struktural dalam pemahaman korupsi memberikan kerangka kerja yang holistik dan menyeluruh untuk memahami peran struktur sosial dalam menciptakan dan mempengaruhi korupsi. Dengan memfokuskan perhatian pada aspek struktural, teori ini membantu mengidentifikasi akar permasalahan korupsi dan merumuskan solusi yang berkelanjutan untuk mengatasi korupsi dalam masyarakat.

Bagaimana cara mencegah korupsi menurut Giddens Anthony (How)

Anthony Giddens, sebagai seorang sosiolog, tidak secara spesifik membahas cara mencegah korupsi dalam karyanya. Namun, berdasarkan pemikirannya tentang perubahan sosial dan transparansi, terdapat beberapa prinsip yang dapat diterapkan untuk mencegah korupsi dalam konteks Giddens:

  1. Reformasi kelembagaan: Giddens menekankan pentingnya reformasi kelembagaan dalam masyarakat. Untuk mencegah korupsi, diperlukan kelembagaan yang transparan, akuntabel, dan berintegritas tinggi. Reformasi kelembagaan dapat meliputi perubahan dalam peraturan, prosedur, dan praktik yang mengatur penggunaan kekuasaan dan sumber daya.

  2. Transparansi dan akuntabilitas: Giddens menyoroti pentingnya transparansi dan akuntabilitas dalam pencegahan korupsi. Menyediakan akses informasi yang luas, mempublikasikan data keuangan publik, dan memastikan bahwa tindakan pemerintah dan lembaga-lembaga publik dapat dipertanggungjawabkan adalah langkah-langkah penting untuk mencegah korupsi.

  3. Partisipasi publik: Giddens mengakui pentingnya partisipasi publik dalam proses pengambilan keputusan dan pengawasan terhadap kekuasaan. Masyarakat harus diberdayakan untuk terlibat dalam pemantauan dan pengawasan terhadap pemerintah dan institusi-institusi yang berwenang. Partisipasi publik dapat melibatkan advokasi masyarakat sipil, forum publik, dan mekanisme partisipasi lainnya.

  4. Pendidikan dan kesadaran: Giddens menekankan pentingnya pendidikan dan kesadaran tentang korupsi dalam masyarakat. Pendidikan dapat membantu masyarakat memahami dampak negatif korupsi dan mengembangkan kesadaran tentang pentingnya integritas dan etika dalam kehidupan publik.

  5. Penguatan hukum dan penegakan hukum: Giddens menyadari pentingnya hukum dalam mencegah korupsi. Penguatan sistem hukum dan penegakan hukum yang efektif dapat menjadi detteren bagi individu yang cenderung terlibat dalam korupsi. Proses peradilan yang adil dan tegas harus diterapkan untuk memastikan bahwa pelaku korupsi diadili dengan adil dan sesuai dengan hukum.

  6. Kesetaraan sosial dan ekonomi: Giddens menyoroti pentingnya mengurangi ketimpangan sosial dan ekonomi dalam masyarakat. Ketidakadilan ekonomi dan ketimpangan kekayaan dapat menciptakan insentif untuk terlibat dalam korupsi. Dengan mengurangi ketidaksetaraan, menciptakan kesempatan yang setara, dan memperkuat akses ke sumber daya, peluang korupsi dapat berkurang.

Pencegahan korupsi bukanlah tugas yang mudah, dan setiap konteks masyarakat memiliki tantangan dan kebutuhan yang berbeda. Namun, prinsip-prinsip yang diuraikan

sedangkan menurut teori struktural,

Menurut teori struktural, pencegahan korupsi melibatkan perubahan dalam struktur sosial yang menciptakan dan mempertahankan praktik korupsi. Berikut ini beberapa langkah yang dapat diambil untuk mencegah korupsi berdasarkan teori struktural:

  1. Reformasi Institusi: Perubahan pada institusi-institusi sosial, politik, dan ekonomi yang memiliki peran dalam mempengaruhi praktik korupsi. Ini termasuk memperkuat hukum, regulasi, dan sistem pengawasan yang transparan, serta mengurangi celah dan peluang korupsi.

  2. Transparansi dan Akuntabilitas: Meningkatkan transparansi dalam penggunaan sumber daya publik dan mengharuskan pejabat pemerintah dan institusi publik lainnya untuk bertanggung jawab atas tindakan dan keputusan mereka. Hal ini dapat dicapai melalui kebijakan penerbitan laporan keuangan, akses publik terhadap informasi, serta audit dan evaluasi independen.

  3. Penguatan Sistem Hukum dan Penegakan Hukum: Menguatkan sistem hukum untuk memastikan bahwa pelanggaran korupsi diperlakukan dengan serius dan dihukum secara adil. Hal ini melibatkan pembentukan lembaga penegak hukum yang independen, pelatihan yang memadai bagi petugas penegak hukum, serta peningkatan kerjasama internasional dalam penuntutan pelanggaran korupsi lintas negara.

  4. Pendidikan dan Kesadaran Masyarakat: Meningkatkan pemahaman masyarakat tentang dampak negatif korupsi dan mengedukasi mereka tentang pentingnya integritas dan etika. Kampanye penyuluhan, pendidikan anti-korupsi di sekolah, dan partisipasi masyarakat dalam proses pengambilan keputusan publik dapat membantu menciptakan kesadaran kolektif dan menumbuhkan sikap anti-korupsi.

  5. Penguatan Partisipasi Publik: Meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pengambilan keputusan dan pengawasan terhadap kebijakan publik serta penggunaan sumber daya publik. Memperkuat mekanisme partisipasi seperti mekanisme pengaduan, forum publik, dan dialog antara pemerintah dan masyarakat sipil dapat membantu mengurangi peluang terjadinya korupsi.

  6. Mengurangi Ketimpangan Sosial dan Ekonomi: Mengurangi ketimpangan sosial dan ekonomi dalam masyarakat dapat membantu mengurangi faktor pendorong terjadinya korupsi. Melalui kebijakan yang mendukung kesetaraan akses terhadap pendidikan, pekerjaan, pelayanan publik, dan keadilan sosial, masyarakat dapat merasakan manfaat yang lebih merata dan mengurangi kebutuhan akan praktik korupsi.

Pencegahan korupsi berdasarkan teori struktural melibatkan perubahan sistemik yang melibatkan partisipasi aktif masyarakat, reformasi kelembagaan, penguatan hukum, dan transparansi. Pendekatan ini bertujuan untuk mengatasi akar penyebab korupsi dengan mengubah struktur sosial yang mendukung terjadinya praktik korupsi. 

'The evacuation of that scene of wickedness and wretchedness': Jeremy Bentham, the panopticon and New South Wales, 1802-1803

Foucault, M. (2012). Discipline and Punish: The Birth of the Prison. United States: Knopf Doubleday Publishing Group.

MAKNA KEJAHATAN STRUKTURAL KORUPSI DALAM PERSPEKTIF TEORI STRUKTURASI ANTHONY GIDDENS

KORUPSI DI INDONESIA (Penyebab, Bahaya, Hambatan dan Upaya Pemberantasan, Serta Regulasi)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun