Kejahatan lingkungan: Ini melibatkan pelanggaran terhadap hukum atau norma-norma lingkungan, seperti pencemaran udara, pencemaran air, dan pengrusakan habitat alam.
Kejahatan sosial: Ini terjadi sebagai akibat dari ketidakadilan sosial, marginalisasi kelompok tertentu, dan ketimpangan kekuasaan dalam masyarakat. Contohnya adalah kejahatan jalanan, kekerasan kelompok, perdagangan manusia, dan kekerasan terhadap kelompok minoritas.
Kejahatan institusional: Ini terjadi ketika lembaga atau organisasi yang seharusnya bertanggung jawab atas kesejahteraan masyarakat terlibat dalam pelanggaran hak asasi manusia, penyalahgunaan kekuasaan, atau pelanggaran etika.
Kejahatan struktural menyoroti pentingnya memahami konteks sosial, ekonomi, dan politik yang menciptakan dan mempertahankan tindakan kriminal. Untuk mengatasi kejahatan struktural, diperlukan perubahan pada struktur sosial yang mendukung ketidakadilan dan ketimpangan, serta penguatan kebijakan dan upaya pencegahan yang bertujuan mengurangi ketidaksetaraan sosial dan memperbaiki kondisi sosial yang menciptakan peluang kejahatan.
Teori kejahatan struktural adalah pendekatan dalam bidang kriminologi yang mengemukakan bahwa kejahatan tidak hanya dipengaruhi oleh faktor individu atau perilaku kriminal, tetapi juga oleh struktur sosial yang ada dalam masyarakat. Teori ini menyoroti pentingnya faktor-faktor struktural seperti ketidakadilan, ketimpangan sosial, dan ketidaksetaraan dalam memahami dan menjelaskan kejahatan.
Beberapa teori kejahatan struktural yang terkenal termasuk:
Teori Konflik: Teori ini berpendapat bahwa kejahatan muncul dari ketidakadilan dan ketimpangan kekuasaan yang ada dalam masyarakat. Struktur sosial yang didominasi oleh ketidaksetaraan ekonomi dan sosial menciptakan konflik antara kelompok-kelompok yang bersaing untuk sumber daya dan kekuasaan. Kejahatan dianggap sebagai bentuk respons atau perlawanan terhadap ketidakadilan dan penindasan.
Teori Labelling (Labeling Theory): Teori ini menekankan bahwa kejahatan seringkali merupakan hasil dari proses label atau penandaan oleh lembaga sosial dan sistem hukum. Ketika seseorang diberi label sebagai "penjahat" atau "kriminal", stigma ini dapat mempengaruhi identitas dan perilaku individu, yang pada gilirannya dapat menyebabkan lebih banyak kejahatan.
Teori Anomie: Teori ini menghubungkan kejahatan dengan ketidakseimbangan atau kekacauan sosial. Ketika individu merasa tidak terikat dengan norma dan nilai-nilai sosial yang mapan, mereka mungkin cenderung terlibat dalam perilaku yang melanggar hukum. Ketidaksesuaian antara tujuan yang diinginkan dan cara untuk mencapainya dapat menciptakan rasa anomie atau kebingungan, yang dapat mendorong individu menuju kejahatan.
Teori Strain: Teori ini berpendapat bahwa kejahatan adalah hasil dari ketidakseimbangan antara tujuan sosial yang diinginkan dan kemampuan individu untuk mencapainya secara sah. Ketika individu menghadapi tekanan atau tekanan yang besar untuk mencapai kesuksesan material atau status sosial, tetapi tidak memiliki akses yang sama ke sumber daya atau peluang, mereka mungkin tergoda untuk mencapai tujuan tersebut melalui jalur kriminal.
Teori kejahatan struktural menekankan pentingnya memperhatikan faktor-faktor struktural dalam menjelaskan dan mengatasi kejahatan. Pemahaman yang lebih luas tentang ketidakadilan sosial, ketimpangan kekuasaan, dan dinamika struktural dapat membantu dalam mengembangkan strategi pencegahan kejahatan yang lebih efektif dan memperbaiki kondisi sosial yang mendorong terjadinya kejahatan.