"Hai, Jo .... " sapa Amanda.
"Hai kak Manda, apa kabar?" Jonathan segera menjabat tangan Amanda kuat-kuat.
Lalu keduanya larut dalam obrolan hangat seputar bagaimana perjalanan Jonathan dan kegiatan masing-masing. Sambil belasan kamera menjepret ke sana kemari, Amanda dan Jonathan meneruskan percakapan mereka.
"Jadi, sekarang kamu Dirut ya?" tanya Jo, mengomentari perusahaan milik mendiang ayah Amanda.
"Hahaha... bisa aja. Perusahaan kecil kok."
"Nggak kebayang deh kalau akhirnya kamu yang meneruskan usaha Papa kamu. Itukah yang membuat kamu kabur dari Jakarta?"
"Ah, jangan gitu dong Jo. Kabur demi kebaikan, hehe. Kalau bukan aku, siapa lagi? Dua adikku tidak mau terlibat dalam pengelolaan perusahaan kami. Mereka maunya melangang buana ke mancanegara."
'Jadinya kamu belajar banyak ya ketika harus menjalanlan roda perusahaan. Setahuku, kamu itu kan anak rumahan banget. Kerja juga senangnya di belakang meja,"
"Yaaaah, kalo kepepet, biasanya orang jadi bia cepat belajar.  Perusaahanku sudah bersetifikat green lho. Para pekerjanya juga sebagian besar penduduk di sini, " Amanda berpromosi  alias pamer. Hmmm...
"Bagus dong... itu artinya kamu sangat total menjalankan perusahana ya. Pantas, kamu kamu tidak kawin-kawin juga. Setelah berbicara begitu, Jonathan langsung pura-pura sibuk dengan posenya berfoto. Beberapa kamera masih menjepret mereka.
"Eitsss .. nggak enak buntutnya. Sebel banget deh, datang jauh-jauh dari Jakarta cuma mau meledek teman lamamu ini ya? Aku menikah tua deh, Jo. Kalaupun nggak bisa, ya menikah dengan karirku saja," kilah Amanda.