Ariani mengangguk. “Iya, Pak. Kami ada perlu dengan Suwung.”
“Saya tak mengerti!”
“Begini, Pak. Penasihat spiritual atasan saya menyuruh beliau untuk mencari orang bernama Suwung dengan ciri-ciri khusus. Tadi, saya sudah melihat bahwa Suwung itulah yang kami cari.”
“Terus?”
“Suwung akan kami ajukan sebagai calon bupati dari partai kami.”
“Suwung? Jadi calon bupati? Orang tanpa otak itu?” tanya Pak Lurah dengan dahi berkerut dalam. Sebuah pertanyaan yang tidak memerlukan jawaban.
Gadis itu tersenyum. Ia berjalan mendekati Suwung yang masih dipegang erat oleh bapak bersafari. “Lepaskan dia!” perintahnya.
Gadis itu menuntun Suwung ke mobil mewah yang tadi ditunjuk. Seorang lelaki berperawakan tambun membuka pintu mobil dari dalam. Suwung didorong masuk ke dalam mobil. Lalu, pintu ditutup dari luar.
Semua orang terdiam, menunggu apa yang akan terjadi selanjutnya. Setengah jam telah berlalu saat pintu mobil terbuka. Suwung keluar. Mukanya pasi. Tubuhnya terlihat lemah.
Dari jendela mobil yang sedikit terbuka, sebuah tangan melambai. Dua bapak bersafari mendekat. Beberapa saat kemudian, keduanya berkeliling sambil membagikan uang kepada warga desa. Dan, tanpa kuduga, gadis cantik di sampingku menyelipkan segepok uang ke tanganku. Uang yang sangat banyak.
“Ini untukmu! Berkat Suwung, partai kami pasti akan menjadi pemenang Pilkada. Dan, percaya atau tidak, orang-orang seperti Suwung inilah yang kelak akan jadi pemimpin kalian.”