Mohon tunggu...
Riswandi
Riswandi Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Menyemai Kisah, Menuai Hikmah

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Suwung

5 April 2016   22:33 Diperbarui: 5 April 2016   22:43 129
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Aku mengangguk. “Terus, apa hubungannya dengan Tuhan menghilang? Kan, Tuhan yang membuat takdir bagi mereka.”

Suwung tersenyum. “Ya, itulah! Seringkali kemiskinan membuat orang lupa kalau ia sedang berada di dalam takdir Tuhan. Oleh orang kaya, kemiskinan dijadikan tambang kekayaannya. Dan, orang-orang kaya itu pun lupa pada Tuhan. Hilanglah Tuhan.”

Aku mengernyitkan dahi. “Mbuhlah, Wung!” Aku tak mampu menyelami perkataan Suwung. Daripada semakin stres, aku pun meninggalkannya.

*****

Desaku gempar. Rombongan delapan mobil mewah dengan sirine memekakkan lewat dan berhenti di balai desa. Orang-orang di sawah berhenti mencangkul. Ibu-ibu bergegas keluar rumah. Anak-anak berhenti bermain. Mereka beramai-ramai ke balai desa. Aku tak mau ketinggalan.

Pak Lurah menunjuk ke arahku begitu aku sampai di sana. Aku merasa pandangan seluruh warga desa tertuju padaku.

“Wir, sini!” teriak Pak Lurah. Beliau berdiri diapit dua bapak bersafari hijau tua.

Aku berjalan santai sembari melirik mobil-mobil mewah yang kulewati. Mobil-mobil itu berkaca hitam dan tertutup, sehingga tak sedikit pun bagian dalam yang dapat kulihat. Tapi, saat melewati mobil nomor tiga dari depan, langkahku tertahan. Sekilas terlihat penumpang di kursi belakang lewat kaca yang mungkin sengaja diturunkan sedikit. Seorang perempuan cantik, seperti artis di TV.

“Wir, cepetan! Ini ada tamu butuh bantuanmu!” teriak Pak Lurah lagi.

“Iya, Pak!” jawabku sekenanya. “Ada apa, Pak Lurah?”

“Ini, Wir, rombongan dari Jakarta ini mau bertemu Suwung. Apa kamu bisa memanggilkan Suwung kemari?”

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun