"Jangan lupa, tuliskan kisah perjalanan kalian. Buat catatan harian. Kita bakal jadi saksi sejarah di Tanah Lorosae ini", begitu pesan beberapa dosen kepada kami.
Aku dan teman-teman se-kecamatan mulai menaiki angkot yang disebut oto oleh masyarakat sekitar menuju Kecamatan Amarasi Timur. Kami tidak tahu seperti apa Amarasi Timur itu. Yang kami tahu, beberapa desa di Kupang belum tersentuh listrik dan sinyal. Aku sudah mempersiapkan itu. Setidaknya untuk tiga malam, persediaan lilin masih cukup.
Kepala sekolah memberikan sedikit arahan untuk kami.
"Nanti bapak ibu dong turun di Pasar Oesao. Habis, naik lai, oto ke KCD di Pakubaun. Mengerti ko?"
"Oh, siap, Pak!", jawab salah satu teman kami yang bertubuh tinggi gempal, sebut saja namanya Kang Arya, seorang guru SD.
Kami meninggalkan penginapan tanpa kepala sekolah. Beliau pergi sendiri dengan motor trailernya.
 Kutinggalkan Farah yang masih belum dijemput. Dia melambaikan tangan ke arah oto yang kunaiki, lalu membalikan badan dan kembali berbaur dengan para dosen.
***
Dong = semacam kata ikutan, menunjukkan orang yang sedang dibicarakan/sedang diajak bicara berjumlah banyak
Lai = lagi
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H