Mohon tunggu...
Riski Ramadan RR
Riski Ramadan RR Mohon Tunggu... Wiraswasta - I love imagination

Pekerja Serabutan [ kerjaannya banyak, bayarannya sedikit ]

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Selai Stroberi

6 Januari 2023   19:52 Diperbarui: 6 Januari 2023   20:01 298
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Nathalie melangkah dengan wajah lusuh, capek sepulang kerja. Di ruang tengah dilewatinya Emak memasang wajah kesal karena anak gadis satu-satunya masih memikirkan keputusannya setelah Michael seorang duda kaya berniat melamar Nathalie. Nathalie melihat beberapa paket sembako dan bingkisan lainnya di dapur. Kalau bukan dari laki-laki itu, siapa lagi?

"Bisa ngga, sih ngga usah nerima pemberian orang lain tanpa tahu maksud dan tujuannya apa?" Nathalie menyerocos langsung disambut oleh Emak merasa sangat benar.

"Kamu ini bisanya protes aja. Sudah jelas maksud dan tujuan Michael sangat baik. Dia bisa ubah nasib kita, Nat. Pokoknya kamu harus cepet-cepet mutusin untuk nerima lamaran dia jangan kelamaan mikir."

Nathalie menghampiri Emak dengan wajah kesal sedikit ingin menangis lalu berbicara tegas.

"Andai aja Bapak masih hidup, aku nggak bakal dijual kayak gini sama Emak aku sendiri!!! Aku nggak mau nikah sama laki-laki itu, Mak!"

PLAAKK!!! (Suara tamparan)

Emak menampar Nathalie sangat keras. Emosinya meningkat ketika dia melihat mata anak gadisnya yang seolah tidak menyesal telah berkata seperti itu. Lalu Emak menangis menuju kamar. Sejurus kemudian Nathalie mengintip Emaknya yang menangis dari pintu dan memasang muka bersalah.

Perlahan Nathalie melangkah ke arah Emak dan duduk di sampingnya.

"Mak, maafin Nathalie, ya. Nathalie nggak bermaksud ngomong kayak gitu."

"Kamu nggak pernah ngerti perasaan Emak selama ini, Emak Cuma pengen hidup kamu berubah, punya keluarga yang sayang sama kamu."

"Nathalie butuh waktu,Mak. Waktu buat nemuin alasan kenapa Nathalie harus nikah sama laki-laki itu."

"Besok malem Michael mau ke rumah kita lagi, Emak pengen kamu ngobrol dan kenal lebih jauh sama dia. Emak mohon, Cuma ini yang bakal bikin Emak tenang."

Nathalie hanya mengangguk dan mengiyakan apa yang Emak utarakan. Pendiriannya tetap teguh, hatinya selalu berkata kalau tidak ada bagusnya menikahi pria yang belum dikenal dengan berlatar belakang yang tidak disukainya. Apalagi banyak perempuan di sekitarnya tiba-tiba dilamar seorang lelaki kaya dan hidupnya berubah. Pasti saja Emak terobsesi dengan hal itu.

*

Hari berlanjut, di restoran cepat saji tempat bekerja Nathalie. Di sela-sela kesibukannya sebagai kasir, Nathalie ingin sekali bercerita tentang apa yang kini dia alami dan rasakan. Namun hanya ada John salah satu rekan kerjanya yang bertanya kenapa hari ini Nathalie banyak melamun?

"Nat! gue dari tadi manggil elu, kenapa sih ngelamun terus?"

"Gue lagi ada masalah, John." Ucapnya datar.

"Lo mau cerita sesuatu?"

Nathalie mengangguk.

"Pulang kerja di kafe baru di ujung jalan sana ya, gue yang traktir."

"Gaya lo, kayak banyak duit." Timpa Nathalie.

John si baik hati, mukanya ramah terlihat santun namun Nathalie tidak pernah menganggap kalau apa yang dilihatnya pada John benar-benar baik. Bisa saja dia punya karakter lain yang orang lain belum tahu. Tetapi tetap saja John memiliki kharisma yang cukup dan gestur serta komunikasi yang membuat Nathalie betah berteman dengannnya.

Sore hari di sebuah kedai yang menyajikan minuman teh beragam varian dan fastfood ramah minyak. Nathalie dan John duduk saling berhadapan di sebuah kursi dan meja bewarna senada. Pelayan perempuan menghampiri mereka ketika keduanya saling mengembuskan napas lega setelah seharian bekerja.

"Lo mau pesen apa,?" John bertanya.

"Gue pengen makan roti bakar rasa selai stroberi sama lemon tea tapi yang anget."

"Lalu mas-nya?"

"Samain aja mbak sama dia."

Si mbak-mbak pun enyah dengan cepat. Muka Nathalie masih saja bete.

"Jadi lo ada masalah apa?"

"Nyokap, gue nggak suka dijodoh-jodohin. Tapi dia keukeuh buat nerima lamaran si duda tua. Gue nggak ngerti nyokap punya utang apa sampai dia jadiin gue jaminan. Katanya kalau gue nikah sama laki-laki itu, hidup gue bakal berubah. Apanya yang berubah, kalau tiba-tiba gue cuma istri simpanannya gimana. Dari auranya aja gue gak yakin dia bener-bener mau nikahin gue, jujur gue capek banget tiap hari berantem sama nyokap."

Nathalie mengembuskan napas sesak.

"Darimana lo bisa nyimpulin laki-laki itu nggak baik? Lo udah pernah coba ngobrol sama orang itu?"

"John, lo itu bukan cewek. Lo mana ngerti insting sih. Emangnya harus kejadian dulu baru gue simpulin dia orangnya gimana. Jelas-jelas suka mainin perempuan."

"Ya, gue cuma bisa bilang apa pun yang lo pilih, keputusan yang bakal lo ambil nanti itu harus bisa bikin keadaan lo baik tanpa nyakitin siapa pun termasuk diri lo sendiri. Gue doain biar nyokap lo ngerti perasaan lo tanpa ngatur masa depan lo harus gimana."

"Thank you ya John, gue nggak tau harus cerita sama siapa."

__

Petang hari sepulang dari kafe, Nat berdiri sejenak melihat di depan rumahnya sudah terparkir sebuah mobil. Siapa lagi kalau bukan.....

Dengan wajah yang tak enak Nat berdiri di depan pintu dan berusaha untuk tidak melihat ke arah kursi di ruang tengah. Michael menyambutnya dengan meriah.

"Eh anak perawan baru dateng, akhirnya saya bisa melihat wajah kamu lagi."

"Nat, salaman dulu." Emak menyuruh.

"Bukan muhrim."

"Sepertinya ada yang ingin cepat-cepat dihalalkan, nih."

"Nggak penting!" Nat langsung masuk ke kamarnya, Emak menyusulnya.

"Bisa nggak, sih kalau ada tamu sopan sedikit, dia datang ke sini baik-baik, lho."

"Ngapain sih laki-laki itu ke sini? Aku capek aku mau istirahat."

"Engga! Dia ke sini ingin dekat dan pengen ngobrol sama kamu. Ini kan yang kamu mau? Dia ingin mengenal kamu lebih jauh. Pokoknya kamu mandi, abis itu temenin dia makan malam. Kamu nggak mau kan ngelihat emak kamu ini sedih?"

Nat menerima ajakan Michael untuk makan malam bersama. Sepanjang perjalanan Michael tidak henti-hentinya membanggakan apa yang dia punya, seperti menyombongkan diri dia yakin Nat akan tergiur dengan apa yang dimiliki Michael namun sepertinya sama saja. Jawabanya tidak. Sepanjang ocehan laki-laki itu Nat lebih banyak diam tanpa menatap lawan bicaranya.

"Kamu kenapa sih, nggak mau ngelihat muka saya? Saya jelek?"

Nat masih diam sampai mobil telah berhenti di parkiran mal. Saking geramnya Michael menyentuh paha Nathalie. Sontak muka marah Nat tertuju pada Micahel. Seperti tatapan membunuh.

"Jangan coba-coba sentuh gue! Gue nggak suka!"

"Saya sudah berikan apa yang kamu dan ibu kamu mau, apa yang semestinya menjadi hak saya, saya berhak atas semua itu."

"Gue bisa pulang sendiri. Ini cuma buang-buang waktu."

Nat keluar mobil dan berjalan kaki melewati jalanan ramai. Wajahnya pucat dan merasa kacau. Dia berhenti di sebuah minimarket dan menelpon seseorang. Sejurus kemudian John datang memarkir motornya dan melepas helmnya. Dilihatnya Nat, hendak menangis dan langsung memeluk John.

"Kita beli minum dulu, ya lo mau makan?"

Nathalie menggeleng. Mereka tengah berboncengan.

"Terus mau langsung gue anterin pulang?"

"Enggak, gue lagi males debat lagi sama nyokap."

Mereka tiba di kostan John.

"Ini serius lo nggak kenapa-kenapa? Ayo masuk."

"Kostan lo emang sepi gini atau gimana sih,"

"Biasanya penghuni-penghuni di sini udah pada istirahat. Jadi nggak pernah ada orang nongkrong di luar. Minum dulu, nih. Daritadi nggak diminum juga."

"Makasih ya John. Gue bener-bener bingung."

"Nggak papa, ada gue kok."

Nathalie dan John saling bertatapan. Kedua pandangan bola mata mereka berada di garis lurus. Entah mengapa Nathalie semakin suka dengan ekspresi John, muka yang baby face rasanya wajahnya itu terlalu muda untuk pria yang lima tahun lagi berumur tiga puluh. Merasa terpesona. Nat beralih mengambil toples berisi permen gummy rasa stroberi berbentuk hati dan meraih tangan kanan John yang kebingungan. Nat menaruh permen itu di telapak tangan John.

"Lo mau nggak suapin gue?"

Jantung mereka kian berdebar. Apa yang dilakukan Nathalie sudah sesuai rencana. Sumpah, Nat sama sekali tidak berekspektasi merasa gairah itu datang. John mengangguk. John menyuapi dengan permen itu sampai jemarinya menyentuh bibir lembut Nathalie. Kemudian Nathalie memegang tangan John, seperti menuntun telunjuknya masuk ke dalam mulut Nat.

Dengan sedikit terkejut, Nat memeluk John dan berpangku padanya, berciuman, melepaskan hasrat. Keduanya sangat liar, gestur yang selama ini mereka inginkan terwujud dalam beberapa detak jantung yang berdegup sangat cepat.

Beberapa menit kemudian hanya dibaluti sebuah selimut.

Nat, bersandar payah di bahu John. Mereka saling diam dan menggenggam tangan. John kemudian bersuara.

"Apa semuanya bakal berubah setelah apa yang udah lo lakuin ini?"

Nathalie masih saja bergeming. Lalu.

"Nggak akan ada yang berubah John. Mungkin dengan ini gue bisa ngerasa lega untuk bisa nerima apa yang nyokap mau."

Mungkin ini yang Nathalie inginkan. Dia tidak bisa mengubah keadaan tapi bisa mengubah apa yang ada di dalam dirinya. Sementara John mengangguk dan memahami ,dia juga tidak akan melakukan apa pun untuk merealisasikan keinginan keduanya untuk terus hidup bersama.

_

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun