"Uhuk ... uhuk ...." Tiba-tiba Minato tersedak minumannya sendiri.
"Kenapa?" Aku menatapnya heran.
"Zaman sekarang masih ada sahabat pena? Bukankah bisa dengan mudah menelepon, chat atau email?" cerocos Minato.
Aku menggelengkan kepala. "Kami sudah berkomitmen hanya untuk saling berkirim surat. Hanya bertukar alamat rumah. Kami tidak bertukar alamat email, akun media sosial atau pun nomor telepon."
"Lucu sekali." Minato terkekeh menatap wajahku yang sedang murung.
"Kenapa ditertawakan?" Aku mendengus ke arahnya.
Minato masih saja menahan tawa.
"Aku serius!"
"Seserius itu hanya untuk sahabat pena?"
"Kami sudah pernah bertemu."
"So?"