Bao Due berlari mengalahkan anak panah yang melesat dari busur. Tujuannya satu, rumah Hien. Kekasihnya yang baru semalam dilamarnya. Bao tidak ingin menunda niat baiknya di tengah carut marut negerinya saat ini.
Sebagai tentara The Army of The Republic of Vietnam (ARVN), Bao tidak tahu nyawanya sampai kapan. Namun, dengan memburuknya kondisi perang saudara ini, apalagi Saigon semakin terdesak, dia harus membuat keputusan.
Melewati perkampungan yang sunyi. Warga yang bersembunyi termasuk keluarga calon istrinya. Saat pintu terbuka, Hien menatap Bao dengan wajah panik.
"Ada apa?"
"Kita kalah. Saigon kalah."
Hien dan keluarga di dalam rumah berkumpul di ruang tengah. Mereka saling berpelukan.
"Thn mn, kamu dan keluargamu harus mengungsi." Getar nada terdengar cukup jelas di telinga Hien. "Kamu harus dapatkan suaka di Australia."
"Lalu kamu?"
"Jangan khawatirkan aku. Sebagai tentara sejati, aku berjuang dulu di sini."
Hien menggeleng berulang kali. Air matanya membasahi pipinya yang mulus. Dia menolak pergi tanpa Bao. Namun, sekuat tenaga pria itu meyakinkan Hien.
"Tunggu aku. Percayalah."