"Kamu salah orang kali. Saya Ramon Prawiratama." Pria itu mengulurkan tangannya.
Namun, sekali lagi Dayen membantahnya. Dia tetap yakin pria di depannya adalah Bao Due. Tinggi badan, bentuk mata, belahan rambut semuanya sama. Buru-buru gadis itu mengeluarkan foto dari dalam tasnya.
"Look at this!"
Pria yang mengaku bernama Ramon itu mengambil foto dari tangan gadis berkepang dua ini. Matanya terbelalak. Dia melirik Dayen sebentar, lalu beralih lagi ke foto. Dia tak menyangka foto itu mirip sekali dengan dirinya. Ramon seperti sedang becermin.
"Bukan saya. Cuma mirip," ucapnya ketus.
"Ini kamu!"
"Foto tahun berapa?" Mata Ramon menatap tajam.
Melihat gelagat tidak baik, Rustam berlari melerai. Dia lalu menjelaskan maksud Dayen.
"Kenapa nggak ke museum? Di sana ada banyak foto seluruh pengungsi Vietnam. Barangkali orang yang kamu cari ada di sana."
Rustam mengangguk, lalu mengajak Dayen menuju museum. Dalam mobil, air mata Dayen terus mengalir. Bahkan sampai museum, air matanya tak surut saat satu per satu foto yang dipajang tak juga menemukan nama Bao Due. Dia mulai frustrasi. Namun, saat tangannya menunjuk sebuah foto, tangisnya pecah. Lan Hien. Kedua tangannya menutup wajah. Dia teringat cerita ibunya, 26 tahun lalu.
Waktu itu, bulan Juni 1976.