ada LPSK. Karena LPSK sendiri jangkauannya juga terbatas, jumlah anggotanya jugaÂ
hanya beberapa orang, dan prosedur untuk mendapatkan perlindungan dari LPSK jugaÂ
panjang. Jadi,tidak dapat serta merta meminta kemudian diberikan. Disini juga masihÂ
terdapat sebuah pertanyaan apakah masyarakat telah benar-benar dilindungi atau tidak karena pada kenyataannya terkadang antara apa yang seharusnya dengan apa yangÂ
senyatanya masih berbeda. Misalkan, memang benar ada LPSK akan tetapi berapa orangÂ
yang telah dilindungi LPSK bahkan sampai saat ini pun LPSK masih belum ada di tingkat-tingkat kabupaten (wawancara dengan Ismunarno, S.H., M.Hum, selaku Dewan PakarÂ
PUSTAPAKO UNS, 7 September 2017).
Serupa dengan pernyataan tersebut, menurut penggiat anti korupsi Lushiana Primasari, S.H.,M.Hum juga menyatakan bahwa pelaporan kembali oleh terlapor kepada pelapor dengan ancaman pencemaran nama baik atau menggunakan UU ITE telah menjadi salah satu hambatan bagi masyarakat dalam mengungkap tindak pidana korupsi.Â
Menurutnya perlindungan terhadap whistleblower atau pelapor tindak pidana korupsi di Indonesia, saat ini masih lemah, terdapat sejumlah pelapor kasus korupsi yang terancam tuduhan pencemaran nama baik atas langkah mereka melaporkan tindak pidana korupsi tersebut.Â
Pelapor atau whistleblower merupakan salah satu pendukung dalam pengungkapan dan penegakan tindak pidana korupsi, sehingga Negara harus hadir memberikan perlindungan.Â
Pelapor harus dilindungi dan didampingi oleh LPSK agar segera mendapat perlindungan dan mengawasi jalannya peradilan yang memeriksa perkara tindak pidanaÂ