Jawabnya sederhana, Karena Teori Keadilan Martabat digali dari jiwa bangsa (Volgsgeist) kita sendiri yakni Pancasila yang telah menjadi falsafah bangsa, pandangan hidup (way of life), sumber dari sumber segala kesepakatan serta sumber dari segala sumber hukum. Dengan kata lain, Pancasila mencerminkan jati diri kita, entah itu sebagai pribadi maupun sebagai masyarakat dari sebuah bangsa yang merdeka dan berdaulat.
Lalu, apa yang dimaksud dengan Teori Keadilan Bermartabat itu sendiri?
Teori Keadilan Bermartabat adalah suatu nama dari teori hukum atau yang dikenal dalam literatur berbahasa Inggeris dengan konsep Legal Theory, Jurisprudence atau Philosophy of Law.
Sebagaimana halnya sebuah teori, Teori Keadilan Bermartabat disamping sebagai alat (tool) yang digunakan untuk menjelaskan dan menganalisis fenomena atau peristiwa yang terjadi, juga memiliki nilai manfaat buat manusia dan masyarakat, dengan tujuan pokok keadilan yang memanusiakan manusia atau keadilan yang nge wong ke wong.
Namun, sebagai suatu hasil dari proses kegiatan berfikir yang berdisiplin dan mentaati kaidah kaidah keilmuan, Teori Keadilan Bermartabat dapat juga kita sebut sebagai suatu pemikiran atau filsafat.
Terkait dengan hal ini, Teori Keadilan Hukum Bermartabat melakukan pendekatan terhadap hukum secara filosofis atau dengan kata lain memahami hukum dengan cinta kepada kebijaksanaan sesuai dengan arti dari filsafat itu sendiri. Pemikiran filsafati akan membawa kepada pemahaman dan pemahaman membawa kepada tindakan yang layak, baik dan benar.
Dilihat dari sudut pemikiran filsafati, ada beberapa ciri khusus yang dapat kita serap dari Teori Keadilan Bermartabat ini.
Pertama, bahwa Teori Keadilan Bermartabat adalah suatu usaha untuk memahami atau mendekati pikiran Tuhan. Dalam penafsiran saya, yang dimaksud dengan 'pikiran Tuhan' itu adalah 'kehendak' Tuhan'.
Kedua, berfikir secara radikal namun tidak dogmatis serta tidak skeptis.
Berfikir secara radikal diartikan sebagai pendekatan atau pola pikir yang mendorong pemikiran yang mendalam, inovatif dan revolusioner terhadap suatu isu atau konsep. Orang yang berfikir secara radikal cenderung mencari solusi diluar norma atau pemikiran konvensional.
Ketiga, dalam berfikir secara mendasar harus bertanggung jawab terhadap hati nurani yang dikaruniakan Tuhan kepada manusia.
Itulah sebabnya—merujuk kepada ciri ketiga ini—Teori Keadilan Bermartabat berpandangan bahwa akal budi, karsa dan rasa merupakan pemegang otoritas tertinggi (imperium) bagi manusia dalam menjalani kehidupannya di dunia ini. Sehingga, prinsip Teori Keadilan Bermartabat dalam memanusiakan manusia (nge wong ke wong) itu dapat kita katakan juga sebagai upaya mendayagunakan kesempatan yang diberikan Tuhan untuk membantu sesama hambaNya lewat kegiatan berfikir.
Terkait dengan persoalan keadilan dalam perspektif Teori Keadilan Martabat, marilah kita lihat kembali kepada Pancasila.