"Ti, koe punya minyak angin ndak?", tanya selamat.Â
" Amir, ndok. Lagi apa ndok", tanya Selamat ke bocah itu.Â
"Ada nih mat, tunggu yo", Bu Harti menyerahkan Amir digendong ke Selamat. Amir bahagia dibuatnya karena Selamat sudah seperti kakeknya.Â
Setelah selamat pulang, adzan berkumandang, turunlah sang anak perempuan dari lantai atas itu. Rumah sempit itu menjadi saksi bagaimana wajah seorang anak yang dikasihi oleh orang tua nya sedari kecil harus terlihat rusak karena pukulan dari sang suami.Â
"Dibogem lagi tah?, mandi, solat ndok", bu Harti mengingatkan sembari menahan tangis di hatinya.Â
"Nggih mak", anaknya itu langsung masuk ke kamar mandi.Â
Tak lama, ayah Amir turun juga sembari membawa jaket ojol. Terlihat mata nya sperti habis menangis, ia langsung berpamitan dan mengelus kepala anak usia dia tahun itu.Â
" Bapak kerja dulu nak", ucap ayahnya.Â
Bu Harti mengangguk saja, setelah ibunya Amir keluar, bu Harti ingin menyerahkan Amir ke pangkuan ibunya. Tetapi...Â
"Bruaaakkk!!!", ibunya Amir pingsan.Â
Bu Harti panik bukan kepalang, anaknya pingsan dan berdarah. Pendarahan itu, dari atas kakinya.