"Akan dibiarkan kosong."
Aku tertegun. Jika anak-anakku pindah, maka hari ini adalah hari terakhir bagi kami semua. Batas-batas alam roh tidak mengijinkanku berkelana terlalu jauh.
"Ibu bisa pindah juga. Saya bantu urus deh," kata Pak RT tiba-tiba.
"Karena Bapak Pak RT?"
"Iya," jawabnya sambil menyeringai. "Setidaknya Ibu masih bisa lihat anak-anak."
"Mereka juga mengkhianati saya," tukasku geram.
"Tidak juga. Semua foto Ibu dibawa sama anak yang besar ke rumah baru. Tadi saya sempat mengintip waktu dia sedang memasukkan barang ke dalam koper. Ikuti mereka, Bu, jangan biarkan mereka lupa sama Ibu," ulangnya.
Aku merenungkan saran Pak RT sambil menghitung jumlah truk dan jumlah kuli yang sudah bekerja sedari pagi mengosongkan rumahku. Truk-truk itu, para kuli itu, dan penghuninya yang sekarang akan meninggalkannya seperti puing-puing yang tak diinginkan.
Hanya segitu arti dari cinta dan janji. Sependek itu ingatan manusia akan puluhan tahun yang sudah dilewati bersama, akan kenangan yang telah dibuat. Aku ingin mengamuk, tapi aku tidak tahu kepada siapa. Yang aku tahu, kalau aku mengikhlaskan mereka, aku akan pindah ke tempat penyimpanan. Ingatanku akan mereka pun akan hilang.
Apakah itu yang kuinginkan?
Tidak. Walaupun pada kehidupan sebelumnya aku mengambang tanpa arah, pada kehidupanku yang ini aku ingin memiliki tujuan. Dan tujuanku adalah jangan sampai terpisah dari suami dan anak-anakku. Jangan sampai tercerai dari mereka yang sudah mengabaikanku.