Mohon tunggu...
Rihadatul Aisy
Rihadatul Aisy Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Nim: 43222010037 Jurusan: Akuntansi Kampus: Universitas Mercu Buana Dosen pengampu: Prof. Apollo Dr, M.Si.Ak

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Quiz - Diskursus Behavioral Conditioning Ivan Pavlov dan Fenomena Kejahatan Korupsi di Indonesia

14 Desember 2023   06:53 Diperbarui: 15 Desember 2023   07:56 222
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar dibuat oleh penulis

Nama: Rihadatul Aisy

Nim: 43222010037

Dosen Pengampu: Prof. Apollo Dr, M.Si.Ak

Mata Kuliah: Pendidikan Anti Korupsi dan Etik UMB

Sebelum membahas mengenai Diskursus Behavioral Conditioning Ivan Pavlov dan Fenomena Kejahatan Korupsi di Indonesia kita perlu mengetahui siapa itu Ivan Pavlov terlebih dahulu.

Ivan Petrovich Pavlov atau lebih dikenal dengan nama Ivan Pavlov adalah seorang ahli fisiologi Rusia yang lahir pada tanggal 14 September 1849 di Ryazan, Rusia dan meninggal pada tanggal 27 Februari 1936 di Leningrad, Rusia. Ia diakui di seluruh dunia atas kontribusinya pada bidang ilmu perilaku dan psikologi, khususnya dalam studi regulasi perilaku.

Ivan Pavlov juga seorang ilmuwan yang berdedikasi pada penelitiannya sepanjang hidupnya. Terlepas dari tantangan politik selama Revolusi Rusia, Ivan Pavlov  melanjutkan penelitiannya dan berkontribusi pada pemahaman  sistem saraf, perilaku, dan pembelajaran. Ia juga memberikan kontribusi yang signifikan untuk memahami bagaimana perilaku dibentuk dan bagaimana perilaku tersebut dapat diubah melalui pembelajaran dan kondisi lingkungan.

Ivan Pavlov memiliki banyak sekali karya-karya dari hasil eksperimennya, Karya Pavlov diakui secara internasional dan ia menerima Hadiah Nobel dalam bidang Fisiologi atau Kedokteran pada tahun 1904 atas kontribusinya dalam studi sistem pencernaan. Namun, ia mendapat pengakuan  lebih atas upaya perubahan perilakunya. Penelitiannya memberikan landasan yang kuat bagi perkembangan teori dan praktik  psikologi, dan karyanya masih relevan hingga saat ini. Karya Pavlov yang mempelajari refleks, pencernaan, dan pengaturan perilaku sangat berpengaruh dalam bidang  fisiologi dan psikologi. Penemuan dan teorinya membantu memahami berbagai aspek perilaku dan pembelajaran manusia dan hewan.

Kejahatan korupsi telah menjadi masalah besar di Indonesia dalam beberapa dekade terakhir. Untuk memahami fenomena ini  lebih dalam, kita dapat menggunakan  teori pengkondisian perilaku yang dikemukakan oleh Ivan Pavlov.

Gambar dibuat oleh penulis
Gambar dibuat oleh penulis

Apa itu Behavioral Conditioning

Behavioral merupakan ungkapan yang digunakan dalam kajian atau analisis psikologi untuk merujuk pada aspek perilaku individu. Mengacu pada pengamatan, pemahaman dan kajian terhadap tingkah laku manusia atau hewan dalam bentuk tindakan, aktivitas atau reaksi yang dapat diamati secara objektif. Pendekatan perilaku sering berfokus pada bagaimana faktor lingkungan dan pengalaman mempengaruhi perkembangan perilaku dan bagaimana perilaku dapat dimodifikasi atau diubah  melalui pelatihan atau terapi perilaku.

Tujuan dari pendekatan perilaku adalah untuk mengidentifikasi pola perilaku yang dapat diamati dan diukur secara objektif, dan untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku. Metode perilaku  juga melibatkan penerapan prinsip-prinsip pembelajaran untuk memahami perilaku manusia.

Pengondisian perilaku, atau behavioral conditioning, merupakan suatu konsep psikologis dalam belajar, dimana perilaku manusia diubah atau dipengaruhi melalui pengalaman berinteraksi dengan lingkungan sekitar. Konsep ini ditemukan dan dikembangkan oleh Ivan Pavlov.  Pavlov melakukan penelitian pada anjing untuk memahami bagaimana perilaku dapat dipengaruhi dan diubah dengan menciptakan hubungan antara stimulus dan respons. Kontribusi penting Pavlov terhadap perkembangan perilaku adalah menunjukkan bahwa pembentukan asosiasi antara rangsangan dan respons dapat mempengaruhi  dan mengubah perilaku. Hasilnya membantu untuk memahami bagaimana pembelajaran terjadi dengan membentuk asosiasi dari rangsangan netral ke rangsangan yang menimbulkan respons.

Teori pengkondisian perilaku  Pavlov menjadi landasan penting  psikologi perilaku dan membuka jalan bagi penelitian dan penerapan lebih lanjut di bidang psikologi.  Dalam eksperimennya, ia menemukan bahwa perilaku dapat dibentuk dengan belajar berdasarkan rangsangan tertentu. Misalnya, Ketika Pavlov menyuruh anjing untuk  mengasosiasikan sebuah lonceng dengan makanan. Pavlov menemukan bahwa anjing secara alami mengeluarkan air liur ketika menerima makanan (refleks air liur). Pavlov kemudian memberikan anjingnya kondisi stimulus netral, yaitu suara lonceng, sebelum memberinya makanan. Setelah beberapa kali pengulangan, Pavlov memperhatikan bahwa anjing  mengeluarkan air liur ketika mereka mendengar suara lonceng sendirian tanpa  makanan.

Apa Itu Kejahatan Korupsi?

Kejahatan korupsi atau lebih dikenbal dengan Tindak pidana korupsi adalah penyalahgunaan kekuasaan atau jabatan secara tidak jujur dengan tujuan memperoleh keuntungan pribadi atau kelompok tertentu. Hal ini dapat berlaku bagi mereka yang mempunyai otoritas publik, seperti pegawai negeri sipil, politisi dan pejabat publik lainnya. Korupsi mempunyai dampak negatif terhadap masyarakat secara umum, termasuk menghambat pembangunan ekonomi, melemahkan supremasi hukum, dan melemahkan upaya pengentasan kemiskinan.  Fenomena  korupsi merupakan permasalahan global yang mempunyai dampak buruk terhadap pemerintah, perekonomian dan masyarakat secara keseluruhan. Ini mencakup hal-hal seperti penyuapan, pencucian uang, pemerasan, nepotisme, dan penyuapan.

Mengapa  teori Pengondisian Perilaku Ivan Pavlov harus kita kaitkan dengan fenomena kejahatan korupsi di Indonesia? 

Sebelum itu, kita harus memahami terlebih dahulu  bagaimana dan mengapa perilaku korupsi berkembang. Korupsi bukanlah suatu sifat bawaan seseorang, melainkan suatu perilaku yang dipelajari dan dikondisikan oleh faktor lingkungan sosial dan budaya tertentu.  Dengan memahami bagaimana insentif dan pembelajaran dapat mempengaruhi perkembangan perilaku korupsi, kita dapat mengidentifikasi faktor-faktor yang mendorong  korupsi di Indonesia. Hal ini memungkinkan kita untuk mengembangkan strategi pencegahan yang lebih efektif.

Jika kita ingin menciptakan lingkungan yang bebas  korupsi, kita perlu memahami mengapa perilaku korupsi terjadi dan bagaimana kita dapat mengubahnya melalui pengondisian positif. Konsep pembentukan asosiasi antara rangsangan dan respons yang dikembangkan oleh Ivan Pavlov dalam pengondisian perilaku, dapat memberikan wawasan tentang bagaimana perilaku dan perilaku manusia dapat dipengaruhi dan dipelajari dengan membuat asosiasi terhadap rangsangan tertentu.

Berdasarkan percobaan tersebut, pemanfaatan hewan yaitu anjing dikaitkan dengan seseorang yang melakukan perbuatan korupsi, sama saja dengan perilaku buruk. Ibarat orang-orang korup yang diberi kebebasan memerintah namun tidak bertanggung jawab  dan  tidak puas dengan prestasinya. Dalam konteks kejahatan korupsi, perkembangan perilaku korupsi dapat dipahami sebagai interaksi antara insentif yang mendorong korupsi misalnya peluang untuk mendapatkan keuntungan pribadi dan respons terhadap korupsi atau tindakan  itu sendiri. Munculnya asosiasi-asosiasi tersebut dapat dipicu, misalnya, oleh  rendahnya gaji pegawai sektor publik, budaya yang menoleransi korupsi, dan sistem yang kurang transparan dan bertanggung jawab.

Jenis Behavioral Conditioning, yaitu

Classical Conditioning (Kondisioning Klasik)

Classical Conditioning yaitu sebuah Proses yang melibatkan suatu pembuatan hubungan antara stimulus netral dan stimulus yang secara alami  menghasilkan respon tertentu. Dalam pengondisian klasik, suatu stimulus netral lambat laun diasosiasikan dengan stimulus yang memicu respons tersebut dan pada akhirnya dapat menghasilkan respons yang sama dengan stimulus yang semula memicunya. Contoh pengkondisian klasik yang terkenal  adalah eksperimen Ivan Pavlov dengan anjing.

Pengondisian klasik mempunyai penerapan yang luas dalam memahami perilaku dan pembelajaran, dan konsepnya dapat diterapkan dalam banyak konteks. Misalnya, pengkondisian klasik dapat digunakan dalam terapi perilaku untuk menghilangkan respons yang tidak diinginkan, atau dalam pemasaran untuk mengasosiasikan suatu merek dengan stimulus tertentu untuk meningkatkan daya tariknya.

Dalam pengkondisian klasik, rangsangan dapat dibagi menjadi tiga jenis yaitu:

  • Stimulus Netral (Stimulus Netral): Stimulus netral adalah stimulus yang  awalnya tidak mempunyai hubungan langsung dengan respon atau reaksi tertentu. Dalam proses pengkondisian klasik, stimulus netral dipasangkan dengan stimulus yang mempunyai kemampuan membentuk stimulus terkondisi.
  • Stimulus yang tidak  terkondisi (UCS): Stimulus yang tidak terkondisi adalah stimulus yang secara alami memicu respons atau reaksi yang belum pernah dipelajari sebelumnya. Contohnya adalah makanan yang dapat menyebabkan rasa lapar atau konsep seperti suhu panas. Selain itu Dia melakukan  percobaan pada seekor anjing yang telah menjalani operasi kelenjar lalu meludah dan mengambil wadah berisi cairan yang disambungkan ke tabung kecil sehingga  memungkinkan  peneliti mengukur air liur yang keluar sebagai respon dan reaksi, jika ada  makanan yang ditawarkan.  Sebelum pelatihan (percobaan), anjing otomatis  mengeluarkan air liur  menghadapi bubuk daging, bahkan tanpa pelatihan atau kebugaran  lebih awal Oleh karena itu, dalam percobaan ini daging disebut stimulus yang tak terkondisi.
  • Stimulus Terkondisi (Conditioned Stimulus/CS): stimulus terkondisi adalah stimulus netral yang  dikondisikan atau diasosiasikan dengannya. Dengan mengasosiasikan stimulus terkondisi dengan stimulus terkondisi berulang kali, stimulus netral selanjutnya memicu respons yang serupa atau terkait dengan respons alami yang awalnya ditimbulkan oleh stimulus terkondisi. Contoh spesifiknya adalah  bunyi bel dalam eksperimen Pavlov, yang menjadi stimulus terkondisi setelah dipasangkan dengan makanan, yang sebelumnya merupakan stimulus tak terkondisi.

Penerapan pengkondisian klasik terhadap fenomena tindak pidana korupsi di Indonesia dapat dikaitkan dengan berkembangnya asosiasi negatif terhadap tindak pidana korupsi. Pengkondisian klasik adalah proses pembentukan hubungan antara stimulus yang awalnya netral dan respons spesifik.  Dalam hal ini penerapan kondisi klasik dapat melibatkan beberapa langkah, seperti:  

  • Peningkatan kesadaran: Memberi informasi kepada masyarakat tentang dampak negatif korupsi, dampak buruknya, dan kerugian  sosial yang disebabkan oleh korupsi. Hal ini membantu menciptakan asosiasi negatif pada masyarakat terhadap praktik korupsi.
  • Berikan contoh yang positif: Promosikan dan berikan penghargaan kepada contoh dan kelompok yang berperilaku jujur dan terbuka. Masyarakat harus diberikan contoh positif yang menciptakan hubungan antara perilaku  jujur dan penghargaan serta pengakuan.  
  • Hukuman yang pantas: memastikan pengadilan yang adil dan perlindungan hukum yang ketat bagi mereka yang bersalah melakukan korupsi. Hukuman yang pantas dan berat memperkuat asosiasi negatif  masyarakat terhadap tindakan korupsi, yang dalam hal ini dapat mendorong masyarakat untuk menghindari  korupsi. 
  • Pendidikan dan penjangkauan anti korupsi: Mengintegrasikan nilai-nilai antikorupsi ke dalam kurikulum  baik di tingkat sekolah maupun di tempat kerja. Pendidikan dan sosialisasi antikorupsi membantu menciptakan asosiasi negatif terhadap korupsi pada tahap awal pembentukan nilai dan karakter individu.

Dalam pengkondisian klasik, stimulus netral pada awalnya tidak diasosiasikan dengan respon yang dihasilkan. Namun, karena terbentuknya hubungan antara stimulus netral dan stimulus dengan kekuatan respons, stimulus netral  dapat memicu respons serupa dengan  yang ditimbulkan oleh stimulus tak terkondisi etika pengondisian diperkuat.

Eksperimen yang dilakukan Ivan Pavlov pada Behavioral Conditioning

1. Sampel air liur: Pavlov mengasosiasikan bel dengan memberi makanan pada anjing. Pada awalnya, bunyi bel merupakan stimulus netral yang tidak memicu reaksi spesifik dari anjing. Namun, setelah  mengulangi rangsangan ini beberapa kali, anjing mulai mengasosiasikan bel dengan makanan. Hasilnya  setiap kali anjing mendengar bel, mereka mulai mengeluarkan air liur sebagai respons, yang sebelumnya hanya terjadi saat makanan diberikan. 

2. Eksperimen penghambatan: Pavlov melakukan eksperimen di mana dia melatih anjing untuk menekan air liur ketika mereka mendengar bel tanpa makanan. Hal ini menciptakan kondisi di mana anjing dapat mengontrol refleksnya dan menghambat  air liur tanpa adanya rangsangan absolut.

3. Eksperimen Generalisasi Stimulus: Pavlov juga melakukan eksperimen untuk menguji generalisasi stimulus di mana anjing yang dikondisikan dengan membunyikan bel menunjukkan respons terkondisi serupa setelah mendengar suara yang mirip atau identik dengan bunyi bel, meskipun bukan suara sebenarnya. sebuah bel jam Hal ini menunjukkan bahwa anjing dapat menggeneralisasi pembelajarannya dari satu stimulus ke rangsangan serupa.

4. Eksperimen diskriminasi stimulus: Pavlov juga melakukan eksperimen diskriminasi stimulus dengan tujuan mengajari anjing  membedakan rangsangan yang berbeda. Misalnya, anjing dilatih untuk memberikan respons terkondisi hanya ketika mereka mendengar bel dengan frekuensi tertentu atau dengan karakteristik tertentu, sedangkan tidak merespons ketika stimulus lain dimainkan, seperti bel dengan karakteristik berbeda.

Hukum Eksperimen dari Ivan Pavlov

Hukum eksperimental Ivan Pavlov mengenai pengkondisian yaitu

  • Hukum Respon: Hukum ini menyatakan bahwa ketika  stimulus netral terus-menerus dikaitkan dengan stimulus tak terkondisi yang memicu respons tertentu, maka stimulus netral tersebut menyebabkan respons yang sama meningkat atau terjadi pada organisme.
  • Hukum Asosiasi atau Hukum Kontinuitas (Hukum Asosiasi atau Law of Continuity): Hukum ini menyatakan bahwa rangsangan yang secara terus-menerus dihadirkan bersama-sama pada waktu yang sama atau berdekatan selama pembelajaran membentuk hubungan atau keterkaitan yang kuat  antara rangsangan tersebut.
  • Hukum Perbedaan atau Hukum Faktor D: Hukum ini menyatakan bahwa kenaikan atau penurunan nilai stimulus tak terkondisi yang dihasilkan oleh  stimulus terkondisi berkaitan dengan kondisi pengalaman sebelumnya dengan  stimulus terkondisi yang sama. Dengan kata lain, kekuatan respon dipengaruhi oleh perbedaan antara stimulus tak terkondisi dan stimulus terkondisi.

Hukum-hukum ini membantu untuk memahami proses pembentukan asosiasi stimulus dalam pengkondisian Pavlov dan menjelaskan bagaimana stimulus netral menjadi terkondisi dan dapat menghasilkan respon yang sama seperti stimulus tidak terkondisi. Dalam eksperimen Pavlov, hukum-hukum ini menjelaskan bagaimana pengkondisian terjadi dengan mengasosiasikan bel (stimulus netral) dengan makanan (stimulus tidak terkondisi), yang pada akhirnya menyebabkan anjing mengeluarkan air liur  (respon terkondisi).

Bagaimana Behavioral Conditioning Ivan Pavlov dapat diterapkan dalam pemahaman, penjelasan, dan pencegahan kejahatan korupsi di Indonesia?

Ada tiga faktor utama yang perlu dipertimbangkan yaitu faktor lingkungan, budaya organisasi, dan tekanan sosial. 

1. Faktor lingkungan yaitu Lingkungan dapat menjadi stimulus penting yang mempengaruhi berkembangnya perilaku koruptif. Jika kita ingin mengurangi angka korupsi di Indonesia, penting untuk menciptakan lingkungan yang tidak mendorong korupsi. Hal ini memerlukan penguatan undang-undang, investigasi dan langkah-langkah anti-korupsi. Ketika masyarakat menyadari bahwa tindakan korupsi mendapat hukuman yang berat, mereka  berpikir dua kali sebelum melakukan perilaku korupsi.  Selain itu, pemerintah dapat meningkatkan transparansi dan akuntabilitas di berbagai bidang kehidupan, termasuk pengelolaan keuangan negara. Langkah-langkah tersebut dapat menciptakan insentif positif yang mendorong perilaku  jujur dan memperkuat kejujuran.

2. Budaya organisasi  juga menjadi faktor penting dalam berkembangnya perilaku korupsi. Jika budaya suatu organisasi mendorong atau menoleransi praktik korupsi, korupsi tersebut dapat mempengaruhi individu dalam organisasi  dan mereka dapat berperilaku korup.  Oleh karena itu, perlu dibangun budaya organisasi yang menjunjung tinggi kejujuran, transparansi, dan etika. Hal ini memerlukan penciptaan norma dan nilai positif serta  insentif dan penghargaan atas perilaku yang benar dan etis. Pendekatan ini mengharuskan masyarakat untuk menghindari perilaku korupsi dan mendorong tindakan yang jujur dan bertanggung jawab. 

3. Tekanan sosial dapat mempengaruhi berkembangnya perilaku korupsi. Mengejar keuntungan pribadi, persaingan yang ketat, dan pengaruh  jaringan korup dapat menjadi motivasi yang mendorong individu atau kelompok tertentu untuk melakukan kegiatan korupsi.   Untuk mengatasi tekanan sosial yang mendorong korupsi, penting untuk memperkuat norma-norma sosial yang menekankan kejujuran dan etika. Edukasi dan kampanye yang menyadarkan masyarakat akan dampak negatif  korupsi dapat membantu mengubah persepsi dan perilaku masyarakat.

Gambar dibuat oleh penulis
Gambar dibuat oleh penulis

Bagaimana dampak yang terjadi dalam kejahatan korupsi di Indonesia?

Kasus korupsi di Indonesia sangat berdampak besar bagi masyarakat sekitar, yaitu

1. Kerugian finansial dan pemborosan sumber daya: Korupsi menyebabkan pengalihan dana publik  untuk pembangunan dan pelayanan publik. Korupsi menghabiskan anggaran pemerintah, membatasi kemampuan pemerintah untuk menyediakan layanan publik yang adil dan berkualitas, serta menghambat pertumbuhan ekonomi.

2. Ketidakadilan dan Ketimpangan: Korupsi menyebabkan ketidakadilan dan ketidakadilan dalam distribusi sumber daya dan akses terhadap layanan publik. Seringkali hanya sedikit individu atau kelompok yang menggunakan dana publik, yang seharusnya digunakan untuk kepentingan masyarakat, untuk kepentingan pribadi. Hal ini meningkatkan kesenjangan sosial dan ekonomi di masyarakat.

3. Berbahaya bagi etika dan kepercayaan masyarakat: Korupsi menghancurkan nilai-nilai moral dan etika  masyarakat. Praktik korupsi menciptakan budaya yang tidak mencerminkan kejujuran, transparansi, dan akuntabilitas. Hal ini mengurangi kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah, lembaga publik, dan lembaga peradilan.

4. Menghambat pembangunan dan investasi: Korupsi merupakan hambatan utama bagi pembangunan dan investasi di Indonesia. Korupsi menciptakan lingkungan bisnis yang tidak stabil dan tidak dapat diprediksi, menghambat pertumbuhan ekonomi, melemahkan daya saing dan menghambat investasi asing dan domestik dalam pembangunan infrastruktur dan penciptaan lapangan kerja.

5. Melemahnya sistem hukum dan penegakan hukum: Korupsi mengancam independensi sistem hukum dan penegakan hukum. Praktik korupsi dalam sistem peradilan dan kepolisian dapat menghambat  penuntutan dan menciptakan celah bagi penjahat korup untuk menghindari hukuman yang pantas. Hal ini melemahkan kepercayaan masyarakat terhadap penegakan hukum.

Contoh kasus korupsi di Indonesia

1. Kasus e-KTP: Kasus ini terjadi pada tahun 2013 dan terkait dengan pembelian kartu identitas elektronik (e-KTP). Kasus tersebut melibatkan dugaan korupsi  proses pengadaan e-KTP yang melibatkan pejabat pemerintah dan  swasta, sehingga kerugian pemerintah mencapai triliunan rupiah. 

2. Kasus Wisma Atlet: Kasus ini menyangkut dugaan korupsi  pengadaan dan pembangunan Wisma Atlet, tempat tinggal sementara  atlet nasional. Peristiwa ini muncul pada tahun 2011 dan terjadi berbagai  manipulasi dalam proses lelang dan pembangunan sehingga menimbulkan kerugian  yang sangat besar bagi pemerintah.

Bagaimana upaya pemerintah untuk mencegah terjadinya kejahatan korupsi yang ada di Indonesia?

Pemerintah Indonesia telah mengambil beberapa langkah untuk mencegah  kejahatan korupsi di negara ini. Beberapa upaya yang  dilakukan yaitu

1. Pembentukan lembaga antikorupsi: Untuk mencegah dan menindak kasus korupsi, pemerintah membentuk Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebagai lembaga independen. Komisi Pemberantasan Korupsi mempunyai kewenangan yang luas untuk mengusut, mengusut, dan mengadili kasus-kasus korupsi.

2. Meningkatkan transparansi dan akuntabilitas: Pemerintah berencana untuk meningkatkan transparansi dan akuntabilitas dalam administrasi publik dan pengelolaan anggaran publik melalui kebijakan seperti sistem pemerintahan elektronik, kemitraan pemerintahan terbuka, pengadaan elektronik dan reformasi birokrasi, dan segera mengusut para pejabat yang telah melakukan tindak pidana korupsi. 

3. Memperbaiki hukum dan perundang-undangan: Pemerintah terus menyempurnakan hukum dan perundang-undangan yang berkaitan dengan pencegahan korupsi. Hal ini termasuk merevisi undang-undang yang relevan, seperti Undang-Undang  Pidana Korupsi, untuk memperkuat hukuman dan penegakan hukum korupsi. 

4. Pemantauan dan pengendalian: Dewan Negara akan memantau dan mengendalikan penggunaan anggaran negara lebih ketat dari sebelumnya, termasuk memantau pelaksanaan program dan proyek pemerintah untuk mencegah  penyalahgunaan dana publik.

5. Kepolisian yang kuat: Pemerintah berkomitmen untuk mengambil tindakan tegas terhadap kasus korupsi dengan memastikan penegakan hukum yang adil, cepat dan efektif. Hal ini dilakukan melalui penindakan tindak pidana korupsi, tuntutan terbuka, dan pengembalian aset negara yang disita akibat tindak pidana korupsi.

6. Meningkatkan kesadaran masyarakat: Melalui kampanye dan pelatihan, pemerintah juga meningkatkan kesadaran masyarakat akan bahaya korupsi, pentingnya kejujuran dan peran aktif masyarakat dalam mencegah korupsi.

Hal ini mencakup sosialisasi nilai-nilai antikorupsi di lembaga pendidikan, pelatihan antikorupsi pada pegawai sektor publik, dan pelibatan masyarakat dalam pengawasan praktik korupsi.  Seluruh upaya tersebut bertujuan untuk menciptakan lingkungan yang tidak memungkinkan terjadinya korupsi dan meningkatkan kesadaran serta partisipasi semua pihak dalam pemberantasan dan pencegahan kejahatan korupsi di Indonesia.

Daftar Pustaka

Dr. HASLINDA, M. I. (2019). Classical Conditioning.

Mimi Jelita, L. R. (2023). Teori Belajar Behavioristik.

Muktar, M. (2019). Pendidikan Behavioristik dan Aktualisasinya.

Nurhidayati, T. (2012). IMPLEMENTASI TEORI BELAJAR IVAN PETROVICH PAVLOV (CLASSICAL CONDITIONING ) DALAM PENDIDIKAN.

Zikri, A. (2019). FENOMENA KORUPSI DI INDONESIA; Perspektif Hukum Pidana Islam.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun