"Oh, suami  mak bekerja di luar kota. Di perusahaan migas."
Mereka sepertinya bertambah akrab. Tape anehnya, Mardi agak pediam. Bahkan ketika berada di dalam mobil Herman, Mardi tetap tak banyak omong, kecuali Herman yang memulai pembicaraan.
"Ada yang aneh nggak dengan mobil ini, Mar?" tanya Herman.
"Aneh apanya?"
"Ya, tentang genangan air itu, mobil big foot." Herman cengengesan. Mardi kembali memutar memorinya. Saat itulah dia terdasar. Ternyata mobil yang dinaikinya adalah mobil yang sama saat dia diciprati genangan air. Anehnya lagi, kenapa saat diantar pulang dengan mobil itu tadi malam, dia tak menyadarinya. Apakah dia sedang jatuh cinta, sehingga seakan lupa ingatan? Â "Aku masih ingat wajahmu. Aku juga kenal seragam yang kau pakai."
"Kenal dari mana?" tanya Mardi. Belum sempat Herman menjawab, mobil sudah berhenti di depan sebuah bengkel, tempat Mardi bekerja. Berhubung Herman ada urusan yang diburu, setelah Mardi turun, mobil kembali melaju. Kepala bengkel terkejut. Dia menggamit lengan Mardi.
"Kok bisa diantar bapak itu?"
"Bapak mana? Herman maksudnya?" Â Mardi meletakkan tas ke dalam locker.
"Iya, dia itu pemilik bengkel ini!"
"Ha?"
Kemudian ada yang berubah pada diri Mardi. Dia menjadi perempuan yang tambah feminin, juga menjadi pecinta hujan. Ternyata hujan itu benar-benar rahmat, ya!