"Untuk menghindari perselisihan lahan ke depannya, makanya pemerintah meminta izin terlebih dahulu ke pemangku adat," terang Wakidi.
Setelah mendapat izin, pemerintah kemudian membuat batas lahan untuk kolonisasi. Hal itu dilakukan dengan membuat pagar di sekeliling lahan. Pemerintah pun mulai melakukan pembukaan lahan yang ketika itu masih berupa hutan.
Dengan kondisi sumber daya alam (SDA) yang ada, pola kolonisasi yang akan diterapkan berupa padi sawah serta palawija. Pemerintah pun membangun infrastruktur rumah sebagai tempat tinggal kolonis nantinya. Satu rumah diperuntukkan bagi dua sampai tiga keluarga. Adapun, lahan garapan berada di seputar rumah tersebut.
Meskipun demikian, pembukaan lahan yang dilakukan pemerintah tidak secara utuh. Wakidi menuturkan, beberapa bagian lahan masih berupa hutan. Sehingga, kolonis masih tetap membuka lahan ketika sampai di Gedong Tataan.
"Wilayahnya (kolonisasi) sudah dibatasi, tetapi lahannya belum diratakan semua. Masih ada yang berupa hutan. Jadi sebelum menggunakan lahan, kolonis masih melakukan pembukaan lahan," terang Wakidi.
[]
*Telah diterbitkan di Tribun Lampung pada 21-23 Maret 2012
Lihat Artikel terkait:
HG Heyting Pimpin Kolonisasi Perdana ke Lampung
Kolonis Kumpul Baru Temui Keluarga di Jawa 1957
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H