Pemerintah Hindia Belanda pun menyetujui usul tersebut. Wakidi mengatakan, keputusan penamaan tersebut untuk memberikan kesan seolah-olah kolonis merasa tinggal di wilayah awal mereka. Pemerintah berharap para kolonis dapat betah tinggal di wilayah kolonisasi.
Ketua Umum Perhimpunan Anak Transmigran Republik Indonesia (PATRI) Muhajir Utomo menambahkan, selain upaya agar merasa di rumah sendiri, pembuatan nama desa Bagelen di Lampung memiliki tujuan sebagai identitas para kolonis.
"Itu untuk menunjukkan bahwa mereka dari Bagelen. Supaya saudara mereka, kalau ada yang datang (ke Lampung), bisa tahu kalau kampung mereka di Bagelen," tutur Muhajir.
Meskipun jumlah KK yang mengikuti kolonisasi pertama tercatat sebanyak 155 KK, Mariyanto menuturkan, jumlah penduduk yang tiba pada 1905 hanya sebanyak 43 jiwa, terdiri dari 40 laki-laki dan 3 perempuan. Data tersebut didapatkan setelah Mariyanto melakukan napak tilas di Bagelen.
"Ketua rakyatnya, kalau saat ini kepala desa, waktu itu adalah Karto Rejo. Baru pada lima tahun berikutnya mulai bertambah," ungkap Mariyanto.
Jumlah KK yang melakukan kolonisasi perdana, menurut Wakidi, tercatat dalam dokumen resmi Pemerintah Hindia Belanda. Walaupun begitu, Wakidi mengakui, dokumen tersebut terkadang tidak sesuai dengan kenyataan di lapangan.
Angka 155 KK, lanjut Wakidi, adalah perkiraan kuota yang ditetapkan pemerintah. Jumlah tersebut bisa bertambah maupun berkurang dengan batasan yang tidak terlampau jauh dari angka kuota.
"Kisarannya 155 KK. Bisa nambah sedikit, bisa kurang sedikit. Berapa persisnya yang dikirim sampai ke Lampung, itu tidak diketahui. Hanya perkiraannya saja 155 KK," kata Wakidi.
Temuan Mariyanto mengenai jumlah penduduk yang tiba di Bagelen pada kolonisasi pertama hanya sebanyak 43 orang, tutur Wakidi, hal itu dapat terjadi. Sebab, dokumen resmi pemerintah tidak memberikan rincian secara detail.
"Kemungkinan waktu perjalanan ada yang meninggal atau sakit sehingga dikembalikan, itu bisa saja terjadi," terang Wakidi.
Selama proses kolonisasi yang untuk pertama kalinya berlangsung, Wakidi mengungkapkan, Pemerintah Hindia Belanda tidak lepas tangan. Mereka bahkan turun langsung untuk memastikan proses berjalan baik. Hal itu dibuktikan dengan kehadiran Asisten Residen Banyumas HG Heyting yang memimpin rombongan di tengah-tengah penduduk Bagelen.