* * *
Dea mengayunkan kedua kakinya menuju ruang kelas, ia sudah siap bertemu dengan Laras. Kecurigaannya terhadap Laras sudah terlalu jauh, sampai menduga yang bukan-bukan. Mungkin hubungan Laras dan Rio hanya sebatas teman, meskipun sahabatnya itu sudah merahasiakan.
Tak sepantasnya ia terlalu menyalahkan Laras. Kalau pun mereka sudah menjalin hubungan lebih dari sekedar teman biasa, maka itu terjalin bukan karena hanya keinginan Rio saja atau Laras saja. Tapi..., apakah ia sudah siap mendengar pengakuan Laras? Ah..., Dea cepat-cepat menepis pemikiran yang tak diinginkannya itu.
Ruang kelas masih tampak sepi! Dea duduk dibangkunya sambil mengeluarkan salah satu buku pelajaran dari dalam tas.
"Pagi Non, Dea..." Dea mengangkat wajah. Penjaga sekolah telah berdiri dihadapannya.
"Ada apa, Pak?" Tanya Dea sedikit heran. Tidak biasanya pak Sunarman menemuinya sepagi ini.
"Kemarin ada yang titip ini, Non. Namanya Rio," sahut pak Sunarman sambil menyodorkan amplop berwarna pink, lalu pergi.
Tak percaya, Dea terkesima saat membaca tulisan undangan pertunangan pada bagian luar amplop disertai gambar hati yang dikeliling tulisan nama Rio dan Laras menggunakan warna tinta emas. Matanya terasa hangat dan berair.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H