"Laras..., pelan-pelan minumnya," ucap Dea sambil mengambil tissue dihadapannya dan melap wajahnya yang terkena.
Laras mengalihkan tatapan kearah lain. Seperti menyembunyikan sesuatu.
"Kamu kok bengong? Ada apa sih?" Tanya Dea, membuat Laras gelagapan.
"Nggak, nggak ada apa-apa kok," sahutnya sambil menunduk.
"Seandainya Rio kembali ke kota ini," ucap Dea penuh harap.
"Kamu serius, pengen ketemu dengan Rio?" Tanya Laras seperti ingin memastikan.
Dea tersenyum. Laras tidak tahu apa makna dari senyuman sahabatnya itu. Namun tak dapat ia pungkiri, ada sesuatu yang melintas pada sepasang bola mata Dea.
"Apa kamu sudah pernah ketemu dengan Rio?" Dea balik bertanya.
Laras kembali gelagapan, dan kali ini ia seperti terpojok. Apa dia harus mengatakan yang sebenarnya kepada Laras?
"Laras..., setahu aku kamu itu nggak punya bakat untuk berbohong," Dea seperti sudah dapat menebak jalan pikiran Laras.
" Bisa aja kamu..., Rio kan di Bandung. Mana mungkin aku ketemu dengannya," Laras berusaha menyakinkan Dea.