Dea terdiam, tatapannya masih tertuju pada sepasang mata Laras yang berusaha menghindar.
"Please, Dea... Aku belum pernah ketemu sama Rio, sure... aku nggak bohong," ucap Laras mencoba menyakin.
Kalau Laras tidak pernah bertemu dengan Rio, mengapa sahabatnya itu dari tadi tampak gugup? Dea seperti menebak-nebak sambil menatap Laras yang sedang berusaha menyembungikan wajahnya.
Laras tetap menunduk, menghindari tatapan Dea. Rasanya ia mulai luluh, tak tahan untuk tidak berterus terang. Aku harus mengatakannya, gumam Laras dalam hati, lalu mengangkat wajah. Tapi..., Laras sangat terkejut, Dea sudah menghilang dari hadapannya.Â
* * *
Dalam perjalanan menuju rumah, Dea mulai menyalahkan Laras. Perih dihati Dea masih sangat terasa sampai saat ini. Sahabatnya itu telah menyakitinya dengan mempertontonkan kedekatannya dengan Rio.
Sampai di rumah Dea membuka laptop, kemudian mengklik folder foto SD. Satu persatu foto bersama teman-temannya saat di SD ia tampilkan pada layar. Diantara belasan wajah dari anak laki-laki dalam foto itu, tatapannya hanya tertuju pada Rio. Wajah dalam foto sangat jauh berbeda dengan yang sekarang, wajar kalau tadi ia tidak mengenal Rio. Gumamnya dalam hati. Dea menarik napas panjang, namun bukan merasakan kelegahan, melainkan sesak yang memenuhi rongga dada. Sudah sejak satu tahun lalu ia menginginkan untuk bertemu dengan Rio, dan keinginannya itu tiba-tiba saja terkabul. Namun ia merasa pertemuannya dengan Rio tadi di sekolah bukanlah seperti yang ia harapkan.
Rio kembali ke kota ini dan melanjutkan sekolah, sama sekali ia tidak tahun sejak kapan dan sudah berapa lama. Kenapa Laras tidak pernah memberitahukan kepadanya? Hubungan seperti apa sebenarnya yang terjalin antara Laras dan Rio? Â Â
* * *
Liburan kenaikan kelas 11, Laras dan empat orang sepupunya yang di Bandung mengajaknya keliling kota sambil berbelanja. Maklum, Laras datang dari kota kecil jadi beberapa sepupunya yang sudah selesai menyelesaikan kuliah dan bahkan sudah bekerja dengan penghasilan yang cukup lumayan, mengajaknya ke pusat-pusat dunia mode serta masing-masing sepupunya telah dengan rela mengeluarkan uang untuk membelinya pakaian-pakain model terbaru serta harga yang menurut Laras sangatlah mahal.
Setelah seharian Laras dan keempat sepupunya menghabiskan waktu untuk berbelanja, akhirnya mereka baru merasakan kelelahan dan juga rasa lapar. Kemudian masuk ke restoran siap saji, mungkin itu yang harus mereka lakukan. Rasa lapar dan haus sudah tak tertahankan.