Ucapan itu membuat pemilik kijang itu terkejut keheranan. Bagaimana mungkin seorang manusia mau melakukan itu? Merelakan dirinya sebagai jaminan hanya untuk seekor kijang buruannya itu.
"Sungguh, aku tak mengerti mengapa engkau begitu rela mencelakai dirimu sendiri hanya demi seekor kijang buruan. Bukankah harga diri seorang manusia itu lebih tinggi daripada seekor binatang?" kata pemilik kijang itu.
Ucapan itu hanya dibalas dengan seulas senyuman. Pemburu itu makin bingung melihat sikap Rasulullah yang demikian. Dan, karena tak mau menambah kebingungannya, ia pun mengiyakan saja permintaan Rasulullah.
"Sepertinya, aku tak sanggup menawar lagi. Senyumanmu membuatku tak kuasa menolak permintaanmu," kata pemburu itu sembari mendekati kandang kijang itu.
Lekas-lekas pemililk kijang itu melepaskan kijangnya. Seketika itu, kijang dalam kandang itu segera keluar dari kandang. Lalu, mendekati Rasulullah seraya menyampaikan rasa terima kasihnya yang terdalam.
Sambil mengusap kening kijang itu, Rasulullah mempersilakan kijang itu pergi menemui anak-anaknya. "Pergilah. Anak-anakmu sedang menunggumu. Mereka sangat membutuhkan kasih sayangmu. Mereka sangat merindukan kehangatanmu. Pergilah!"
Dengan tangkas, kijang itu lantas berlari dan meloncat-loncat menuju bukit. Makin jauh ia meninggalkan Rasulullah dan pemburu itu. Dan bayang-bayang kijang itu menghilang di balik bukit.
Beberapa saat kemudian, kijang itu kembali muncul dari balik bukit. Lincah berlarian menuju rumah sang pemburu itu. Lantas, ia berdiri tepat di hadapan Rasulullah dan pemburu itu.
"Ya Rasul, aku telah menepati janjiku. Dan aku siap untuk dimasukkan ke dalam kandang lagi," ucap kijang itu.
Menyaksikan kedekatan antara Rasulullah dengan kijang itu, pemburu itu merasa tak enak hati. Ia merasa ada sesuatu yang keliru pada dirinya.
"Wahai orang asing yang budiman, kau begitu dekat dengannya. Aku kira kau lebih pantas memilikinya," kata pemburu itu kepada Rasulullah.