Kisah Dewa Ruci mungkin saja Anda anggap sebagai sebuah karangan semata. Tak salah memang, anggapan itu. Tetapi, apabila kita menyelami maknanya, maka sesungguhnya ada perihal yang sangat mendasar dalam urusannya dengan masalah keilmuan. Bahwa, rupanya lebih kerap kita menganggap remeh sesuatu yang kecil. Lebih sering pula kita menganggap sesuatu yang sangat halus hingga tak kasatmata. Padahal, tidak jarang kita diingatkan justru oleh sesuatu yang bentuk dan ukurannya sangat kecil. Seperti sebutir debu.
Sekali saja mata kita kelilipan, dunia seketika terasa gelap. Bahkan, kadang kita bisa kehilangan keseimbangan. Sulit mengendalikan diri. Lalu, terbesit dalam benak kita rasa ketakutan dan kecemasan yang teramat, sampai-sampai kita merasa seperti sudah kehilangan segalanya.
Betapa, kita adalah manusia yang bodoh. Sebab, terlalu mudah menganggap remeh segala sesuatu yang kita pandang rendah. Seperti halnya kita menganggap rendah pada binatang.
Tak bisa dielakkan, kita kerap memandang dunia binatang adalah dunia yang lebih rendah dari manusia. Kita menganggap mereka tak punya akal pikiran. Sehingga, keberadaan binatang kerap kita anggap lebih hina dari manusia.
Padahal, dalam kitab Dalail al-Khairat, akan kita jumpai pula kisah tentang seekor kijang yang kedudukannya lebih mulia daripada kita. Sampai-sampai dalam kitab itu muncul sebait selawat yang berbunyi, Â " "
Ya Allah, limpahkan selawat bagi orang yang memberi pertolongan terhadap seekor kijang yang fasih berbicara.
Syahdan, pada suatu pagi Rasulullah saw. mendengar suara memanggil beliau. Tetapi, setelah Rasulullah memeriksa sekitar, tak tampak oleh beliau seorang pun di sekitar. Suara itu kembali menyeru nama beliau, "Alaikasalam, ya Rasulullah!"
Mendengar suara itu, Rasulullah menghentikan langkahnya. Lalu, kembali mengedarkan pandangan matanya ke segala arah. Namun, lagi-lagi tidak didapati seorang pun di sekitar. Yang nampak, hanyalah sebuah kandang. Di dalam kandang itu, seekor kijang betina tengah berdiri menatap ke arah beliau berdiri.
Tak salah lagi, suara itu pasti dari kijang itu. Sebab, ketika tatapan mata Rasulullah beradu dengan tatapan kijang itu, tampak benar wajah kijang itu berseri-seri. Penuh harap, agar Rasulullah mendekatinya.
Menyaksikan tatapan yang demikian, Rasulullah tak tega hati meninggalkan kijang yang kesepian itu. Beliau, segera melangkahkan kaki dan mendekati kandang itu. Dari luar kandang, beliau menyaksikan seutas tali dikalungkan pada leher kijang itu dan dikaitkan dengan sebatang tiang. Betapa malang, kijang betina itu.
"Kaukah yang memanggilku, wahai makhluk Allah yang lincah?" tanya Rasulullah kepada kijang itu.