“Abang sudah cukup usia, Andini. Melihatnya, abang tidak tahu kenapa bisa langsung yakin sebagai pasangan hidup.”
Entah kenapa Andini tiba-tiba merasa ada yang hilang.
“Nanti aku nggak bisa dekat dengan abang lagi kalau menikah.”ujar Andini lirih.
Iman menatap Andini.
“Bisa, Andini. Tetap bisa. Kenapa kamu tidak menganggap temanmu akan bertambah seorang lagi? Anggaplah ada lagi seorang kakak perempuan yang menyayangimu.”
Andini terperangah.
Kakak? Bertambah teman? Maksudnya? Jadi selama ini Iman hanya menganggapnya sebagai adik. Adik kelasnya, adik yunior di tempat kerjanya. Adik saja? Kedekatan selama ini?
“Kamu harus datang, Andini. Harus datang. Kami menunggumu.”
Iman bangkit dari duduk sambil membawa sejumlah kartu undangan pernikahan.
***
HARI beranjak siang saat Andini bersama teman-teman sekantor tiba di pesta pernikahan Iman. Pernikahan yang bernuansa Jawa. Iman menikah dengan perempuan keturunan Sleman, Yogyakarta.