Iman tertawa.
“Banyak yang malas? Hanya mengandalkan tanah warisan? Nggak berbudaya, seperti lagunya Si Doel Anak Sekolahan?” sergah Iman jenaka.
Andini tersipu.
“Banyak juga orang Betawi yang hebat, kok ! Ali Sadikin saja bisa jadi gubernur.”
Andini pun tersenyum. Iman berbeda. Kagum. Ah, Andini tiba-tiba merasa malu. Seharusnya menilai seseorang bukan dari latar yang tidak tepat. Setiap orang yang berpendidikan tinggi dan berpikiran maju, pastilah memiliki pemikiran yang baik. Iman adalah lelaki baik yang mengajaknya lebih tahu mengenai berbagai hal. Mengajarnya mengaji, mengingatkannya untuk beribadah, hingga memperkenalkan pada kuliner tradional Betawi.
Hati Andini mulai berbunga-bunga. Dibukanya gulungan dodol Betawi dari Iman. Rasa manis menguasai mulutnya saat dodol itu dikunyah perlahan.
***
ANDINI terpaku memandang lurus tanaman bunga. Iman berada di hadapannya. Lelaki itu baru saja menyampaikan sesuatu yang membuatnya kaget setengah mati. Hatinya tiba-tiba merasa tidak menentu. Iman akan menikah !
“Secepat itu? Abang nggak pernah cerita hubungan spesial tentang dia.” Sergah Andini.
Bagaimana mungkin, Iman tiba-tiba akan menikahi perempuan yang baru dikenalnya selama kurang dari tiga bulan?
Iman tersenyum.