"Menilik Fenomena 'Marriage is Scary': Penyebab dan Solusinya"
Simak dulu cerita mini tentang impian Bulan tetanggaku, ya. Kami teman di masa kecil.
"Impian Bulan"
Bulan teman masa kecilku suka menemaniku duduk di beranda rumahku saat bangun di pagi hari, saat malam tiba, dan kami berdua memandang langit penuh bintang. Di bawah sinar bulan yang lembut itu, ia sering berbicara kepadaku tentang mimpinya.Â
"Intan, nanti kalau Bulan sudah besar, Bulan ingin menikah. Bulan ingin punya keluarga yang penuh tawa seperti Ayah Bundaku," katanya dengan mata berbinar.
Aku tersenyum lembut. Aku menarik-narik ujung rambut panjang Bulan. Rambut kami berdua sama panjang hingga pinggang. Tentu ada kutunya. Namanya anak-anak. Belum bisa menjaga kebersihan diri. Kadang kami berdua menyisir kutu dengan sikat kutu bergantian.
"Pernikahan itu indah, Bulan? Tapi  kata Bundaku tanggung jawab menikahbesar, Bulan. Kamu harus tumbuh dulu menjadi orang yang besar. Kamu juga harus punya sabar dan harus berkasih sayang, Bulan." Itu kata Bundaku.
" Bulan! Bermain boneka baju-baju, Yuk! Jangan membayangkan pernikahan juga. Gaun putih seperti bidadari dan pesta kecil sederhana di taman, di bawah pohon besar yang rindang, impianmu. Nanti suami Bulan harus baik hati seperti Pak Uwo, ayahmu, suka membaca buku, dan mencintai anak-anakmu. Kataku sambil tertawa kecil. "Bulan, kamu pasti menikah dengan pangeran dong!" Kataku lagi.
Bulan hanya tersenyum, karena baginya pernikahan bukan soal kemewahan, tetapi soal cinta dan kebahagiaan seperti Ayah Bundanya.
Waktupun berlalu. Kami berpisah karena aku harus sekolah di pesantren. Impian Bulan kecil tumbuh terus. Ia belajar tentang arti tanggung jawab, kepercayaan, dan keikhlasan dari keluarga dan lingkungannya. Di hatinya, tetap yakin bahwa suatu hari, jika tiba waktunya, ia akan menemukan seseorang yang bersedia berjalan bersamanya di bawah langit malam yang penuh bintang. Impiannya sejak kecil.