Menurut Dr. Stephanie Coontz, seorang ahli sejarah keluarga, perubahan sosial seperti meningkatnya kemandirian perempuan, tekanan karier, dan ekspektasi tinggi terhadap pernikahan turut berkontribusi pada ketakutan ini.
"Orang kini tidak hanya mencari pasangan, tetapi juga seseorang yang bisa memenuhi berbagai kebutuhan emosional, sosial, dan finansial mereka," katanya. Harapan yang terlalu tinggi ini sering kali menciptakan tekanan besar dan membuat pernikahan tampak menakutkan.
3. Perspektif Islam dan Konseling Pernikahan
Ustaz Adi Hidayat, dalam salah satu ceramahnya, menjelaskan bahwa ketakutan terhadap pernikahan bisa diatasi dengan memahami konsep tawakal dan ikhtiar dalam Islam.
"Ketakutan itu wajar, tetapi Islam mengajarkan kita untuk menghadapi kekhawatiran dengan persiapan yang matang, baik mental, spiritual, maupun material," jelasnya.
Beliau juga menganjurkan pasangan untuk mengikuti bimbingan pra-nikah agar memiliki pemahaman yang lebih baik tentang hak dan kewajiban dalam pernikahan.
4. Pendekatan Solutif
Ahli konseling keluarga, Dr. John Gottman, menawarkan solusi praktis untuk mengatasi ketakutan ini, seperti membangun komunikasi yang sehat, menurunkan ekspektasi yang tidak realistis dan mengatasi konflik dengan cara yang konstruktif. Ia juga menekankan pentingnya pengenalan diri dan pasangan sebelum menikah, agar dapat membangun hubungan yang kokoh sejak awal.
Kesimpulan Ahli
Fenomena "marriage is scary" adalah hasil dari perpaduan antara pengalaman pribadi, pengaruh sosial, dan tekanan budaya. Dengan pendekatan yang tepat, seperti edukasi, bimbingan, dan persiapan matang, ketakutan ini dapat diatasi. Para ahli sepakat bahwa pernikahan tidak sempurna, tetapi dengan usaha dan komitmen, ia bisa menjadi sumber kebahagiaan dan keberkahan.
Fenomena "Marriage is Scary" atau Ketakutan Terhadap Pernikahan Apakah Petunjuk Lemahnya Pria Saat Ini?