Di akhir pembahasan muncul pertanyaan di atas. Fenomena "marriage is scary" atau ketakutan terhadap pernikahan apakah petunjuk lemahnya pria? Pria sebagai imam, pemimpin, dan pengayom.
Fenomena "marriage scary" atau ketakutan terhadap pernikahan tidak serta-merta menunjukkan lemahnya pria saat ini. Melainkan mencerminkan perubahan sosial, ekonomi, dan budaya yang memengaruhi pandangan hidup terhadap komitmen jangka panjang.
Banyak pria merasakan tekanan besar untuk menjadi stabil secara finansial dan emosional sebelum menikah karena ekspektasi tradisional yang menganggap mereka sebagai tulang punggung keluarga. Ketakutan ini lebih sering dipicu oleh rasa tanggung jawab besar itu. Ketidakpastian masa depan dan meningkatnya tingkat perceraian menjadi pemicu utama daripada kelemahan pribadi mereka.
Namun, di sisi lain, ada kritik bahwa sebagian pria modern cenderung menghindari tanggung jawab pernikahan karena preferensi untuk kebebasan atau ketidakmampuan menghadapi komitmen. Ini bisa dianggap sebagai refleksi lemahnya keberanian menghadapi tantangan kehidupan nyata.Â
Dengan kata lain, ketakutan terhadap pernikahan bukan hanya soal lemahnya pria tetapi juga cerminan realitas sosial yang kompleks di era ini, termasuk tuntutan ekonomi, pergeseran peran gender, dan kurangnya kesiapan emosional. Jadi, perlu perempuan-perempuan tangguh di masa ini untuk mengimbangi situasi 'marriage is scary.' (Ni Yu)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H