Mohon tunggu...
YUSRIANA SIREGAR PAHU
YUSRIANA SIREGAR PAHU Mohon Tunggu... Guru - GURU BAHASA INDONESIA DI MTSN KOTA PADANG PANJANG

Nama : Yusriana, S.Pd, Lahir: Sontang Lama, Pasaman. pada Minggu, 25 Mei 1975, beragama Islam. S1-FKIP UMSB. Hobi: Menulis, membaca, menyanyi, baca puisi, dan memasak.Kategori tulisan paling disukai artikel edukasi, cerpen, puisi, dan Topik Pilihan Kompasiana.

Selanjutnya

Tutup

Bahasa Pilihan

Ide Menulis Habis: Ubah Tulisan Menjadi Puisi Saja!

30 Desember 2024   15:19 Diperbarui: 30 Desember 2024   15:41 93
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Gambar Ikan Panggang pun Bisa Menjadi Ide Tulisan: Foto Yusriana Siregar Pahu

Kehabisan Ide Menulis: Sebuah Refleksi Personal

Menulis adalah sebuah perjalanan. Seperti perjalanan lainnya, menulis tak selalu berjalan mulus. Ada saat-saat ketika kita kehabisan ide. Sudah dicoba dan dicoba terasa ide tetap habis.

Serasa pikiran kita terjebak dalam kebuntuan dan kertas kosong. Moda ini seolah menatap kembali bersama ejekan sunyi. Namun, apakah kehabisan ide benar-benar sebuah hambatan atau justru bagian tak terpisahkan dari proses kreatif menulis itu sendiri?

Betul. Kehabisan ide benar-benar bagian proses kreativitas menulis. Ketika situasi ini muncul jangan panik. Kita bisa menuliskan kehabisan ide itu dalam bentuk curhatan di Kompasiana. Pilih kategori Diary. Tulislah kehabisan ide dalam bentuk rintihan jiwa.

Baca juga: Menulis Puisi Nak

Kehabisan ide jangan dianggap sebagai ancaman. Jangan takut kehilangan momentum, jangan takut karya kita berhenti di tengah jalan. Namun, sesungguhnya, momen-momen kehabisan ide ini adalah jeda yang sedang diperlukan.

Dalam keheningan itulah penulis diajak untuk merenung lebih dalam, mengingat kembali apa yang mendorong mereka menulis sejak awal. Kebuntuan ini sering kali bukan tentang ide yang hilang, melainkan tentang penulis yang terlalu terburu-buru untuk menulis.

Dalam pengalamanku, kebuntuan menulis sering kali menjadi pintu masuk menuju refleksi. Ketika tidak ada ide besar yang muncul, hal-hal kecil pun dalam kehidupan sehari-hari kita bisa menjadi sumber inspirasi tulisan.

Tawa anak-anak di halaman, secangkir kopi yang mengepul di pagi hari, atau bahkan kenangan masa kecil yang tiba-tiba muncul. Semuanya dapat menjadi benih cerita baru. Menulis tidak selalu membutuhkan ide yang megah; kadang-kadang, justru dalam kesederhanaanlah kekuatan kata-kata ditemukan.

Kehabisan ide juga mengajarkan kita tentang pentingnya proses dalam menulis. Menulis bukanlah sekadar tentang hasil akhir yang harus diproduksi. Menulis juga tentang perjalanan menemukan makna. Dalam kebuntuan, kita belajar untuk berdamai dengan ketidaksempurnaan dan menerima bahwa kreativitas tidak selalu bisa dipaksakan.

Hal ini tentu mengingatkan bahwa menulis adalah hubungan dinamis antara pikiran, perasaan, dan dunia sekitar. Maka, ketika ide menulis terasa habis, janganlah berputus asa. Jadikan kebuntuan itu sebagai kesempatan untuk merenung sesaat, mengeksplorasi, dan menemukan kembali semangat yang pernah ada karena pada akhirnya, menulis bukan hanya tentang apa yang ingin kita sampaikan kepada dunia, tetapi juga tentang bagaimana kita memahami diri sendiri.

Seperti pengalamanku hari ini bersama si dedek dan suami. Kami bertiga menuju Batusangkar. Cuma sekedar ingin melihat yang hijau-hijau. Kebetulan suamiku akan mengantar surat ke Kantor DPRD di sana. Kami berdua dengan si dedek diajak.

Seperti biasa mulai star dari rumah mataku sudah berat. Akupun tertidur dari Padang Panjang hingga Simpang Ombilin. Di Ombilin bagian dalam, jalanan mulai jelek. Tidurkupun terusik. Aku pun terjaga. Kiri kanan sudah disuguhi pemandangan hijau sekeliling hutan Ombilin dan Bukit Barisan sepanjang Danau Singkarak.

30 menit berikut kami sampai di lingkungan Kantor Bupati Tanah Datar. Ternyata suami mau ke ATM Nagari. Karena pagi, pegawai Pemda banyak yang ngantri di ATM. Kamipun mengelilingi Kantor Bupati. Nampaklah taman terbuka yang dulu sering kami singgahi bersama si dedek.

Sekarang si dedek sudah kelas 8 SMP. Ia tak berminat lagi ke taman. Ia lebih berminat dengan si kotak ajaib HP. Kamipun lanjut ke Kantor DPRD di samping taman. Ketika suami masuk ke dalam kantor, akupun ikut turun. Aku memoto Kantor Bupati Tanah Datar dari jarak jauh untuk ukuran pejalan kaki.

Lingkungan Kantor Bupati Tanah Datar. Hijau: Foto Yusriana Siregar Pah
Lingkungan Kantor Bupati Tanah Datar. Hijau: Foto Yusriana Siregar Pah

"Nyesel main HP, Bun!" Rengek si dedek.

"Pusing?" Tanyaku. "Nulis dulu, Dek." Si dedek melengos.

Tiba-tiba suami muncul. Kamipun naik mobil lagi. 

"Ke taman dulu atau langsung ke Aroma?" Tanya suami.

"Langsung ke Arom, Pa!" Jawab si dedek.

Aroma merupakan salah satu restoran favorit di Batusangkar. Di sini kita bisa menemukan makanan khas Minangkabau. Seperti rendang daging sapi, dendeng sapi, asam padeh daging, sup daging, goreng baluik, ikan panggang, sambal lado hijau, gulai jariang dan cuk ubi, dan aneka olahan ayam.

Aku pun mencoba sepiring kecil goreng belut dan sepiring kecil sayur anyang touge campur timun.

Goreng Belut Krenyezzz: Foto Yusriana Siregar Pahu
Goreng Belut Krenyezzz: Foto Yusriana Siregar Pahu

Habis itu lanjut sebelah ikan panggang dan sayur jengkol plus pucuk ubi.

Ikan Panggang Ikan Nila: Foto Yusriana Siregar Pahu
Ikan Panggang Ikan Nila: Foto Yusriana Siregar Pahu

Gulai jariang dan daun singkong:Foto Yusriana Siregar Pahu
Gulai jariang dan daun singkong:Foto Yusriana Siregar Pahu

Selesai Menyantap, Piring Kosong: Foto Yusriana Siregar Pahu
Selesai Menyantap, Piring Kosong: Foto Yusriana Siregar Pahu

Usai makan kami bungkus satu bungkus sambal lado hijau dan satu bungkus keripik kentang. Kami pun balik arah pulang ke Padang Panjang.

"Bun, sampai sekarang aku belum bisa nulis di Kompasiana." Kata si dedek

"Kan udah belajar bikin cerpen." Jawabku sambil sibuk menyimpan foto-foto di tempat makan tadi. "Yang ringan aja tulis dulu, Dek! Misalnya puisi"

"Aku gak bisa bisa bikin puisi. Ngetik ulang cerpen, malas." Jelasnya.

"Gampang kok Dek. 1 kalimat cerpen jadiin 1 baris puisi." Jelasku.

"Contoh...!" Jawab si dedek lagi.

"Hari ini langit Batusangkar cerah ketika aku datang mengunjunginya. Jadi: Batusangkar cerah ketika aku kunjungi.

Nah itulah obrolan kami dengan si dedek. Kita bisa jeda bentar buat nyari ide menulis. Namun ketika ide habis kita bisa kok ubah tulisan panjang kita menjadi puisi saja.

Cotoh:

Ilustrasi Gambar Artikel Berat Selamat Hari Ibu:Foto Yusriana Siregar Pahu
Ilustrasi Gambar Artikel Berat Selamat Hari Ibu:Foto Yusriana Siregar Pahu

Contoh artikel diatas https://www.kompasiana.com/rianayus2755/676772cb34777c26a053b042/selamat-hari-ibu-momen-kiat-menjalani-hidup-bahagia?utm_source=Whatsapp&utm_medium=Refferal&utm_campaign=Sharing_Mobile

Bisa kita ubah menjadi ide tulisan dalam bentuk puisi bila kita sedang jenuh, mepet waktu, dan kehabisan ide buat menulis.

Ini hasil gubahannya menjadi puisi.

Berikut adalah versi puisi dari tulisan tentang "Selamat Hari Ibu: Momen Kiat Menjalani Hidup Bahagia"

Ibu, Titik Bahagiaku

Ibu adalah pagi yang tak pernah redup,
Dewi penyayang yang tabah mendekap,
Di setiap lelah, ia melukis senyuman,
Menabur kasih di ruang jiwa anakan.

Dalam hangat pelukan, waktu terasa abadi,
Ia adalah rumah, tempat semua pulang,
Langkahnya lirih, tapi menembus badai,
Menggenggam harapan meski beban berat terjang.

Ibu adalah mentari,
Yang tak pernah meminta terang kembali,
Segala cinta kau beri, tanpa jeda untuk kami,
Mengajarkan kami hidup dalam harmoni.

Hari ini, kutulis namamu dalam doa,
Kusulam kasih di antara kita dan kata,
Semoga bahagiamu menjadi peta,
Mengiringi kami di setiap langkah tercinta.

Artikel yang panjang kita ubah menjadi puisi saja ketika kita kehabisan ide. Cara mengubahnya pun sangat mudah. Berikut gubahan tulisan siswaku dari tulisan berat menjadi puisi. Humaira, Kelas 9E, tahun belajar 2023

https://www.kompasiana.com/humairahanasri6757/6544f1cc110fce52975854d2/banyaknya-anak-muda-yang-merasa-stres?utm_source=Whatsapp&utm_medium=Refferal&utm_campaign=Sharing_Mobile

Ilustrasi gambar Artikel Humaira: Foto Yusriana Siregar Pahu
Ilustrasi gambar Artikel Humaira: Foto Yusriana Siregar Pahu

Ilustrasi gambar Artikel Humaira diubah menjadi puisi: Foto Yusriana Siregar Pahu
Ilustrasi gambar Artikel Humaira diubah menjadi puisi: Foto Yusriana Siregar Pahu

Puisi Humaira: Foto Yusriana Siregar Pahu
Puisi Humaira: Foto Yusriana Siregar Pahu

Mengubah tulisan menjadi puisi hanya membutuhkan sentuhan kreatif dan kemampuan kita bermain dengan kata-kata saja. Ingat puisi cukup 4-5 kata per larik/baris. Usahakan di akhir larik menggunakan pola persajakan agar bunyi akhir menjadi indah.

Berikut beberapa kiat untuk melakukannya:

1. Tentukan Emosi Utama

Identifikasi dulu pesan utama atau emosi apa yang ingin kita sampaikan. Puisi sering kali lebih tentang perasaan daripada faktanya. Sedang artikel fokus ke fakta. Fokus puisi "Ibu, Titik Bahagiaku" di atas misalnya, puisi menyoroti kasih sayang tanpa syarat seorang ibu.

Ibu yang menjadi sumber kebahagiaan dan kekuatan bagi anak-anaknya. Sosok ibu digambarkan sebagai pelita yang selalu menyinari, meskipun menghadapi lelah dan badai kehidupan, tetap memberikan kehangatan dan harapan tanpa pamrih.

Selain itu, puisi ini juga menekankan keabadian peran ibu sebagai simbol cinta dan pengorbanan. Ibu tak hanya menjadi tempat berpulang, tetapi juga pengajar harmoni hidup, menunjukkan betapa tak tergantikannya peran dan kehadirannya dalam keluarga meski telah tiada (doa).

Berarti buang-buangi saja kata dalam artikel kita yang tak sesuai emosi dan fokus puisi kita. Ya, pasti banyak yang terbuanglah darpada yang dipakai. Mau gimana lagi. Kita sedang bikin puisi.

2. Gunakan Gaya Bahasa

Tambahkan majas seperti personifikasi, metafora, simile, atau hiperbola untuk menciptakan keindahan dan daya tarik.

Misalnya: Ketika kudatangi langit Batusangkar menyapa ceria.

Kata langit, Batusangkar, menyapa, ceria merupakan contoh penggunaan majas personifikasi. Langit diumpamakan manusia bisa bertegur sapa.

3. Mainkan Irama dan Ritme

Bacalah tulisanmu dengan lantang dan dengarkan iramanya. Potong kalimat panjang menjadi baris pendek, atau tambahkan pola tertentu agar terasa lebih puitis. Gunakan bunyi huruf sama di ujung kata terakhir. Inilah yang disebut Irama, ritme, dan pola persajakan.

Coba baca ini,  Ibu adalah mentari,
Yang tak pernah meminta terang kembali,
Segala cinta kau beri, tanpa jeda untuk kami,
Mengajarkan kami hidup dalam harmoni.

Ada bunyi i pada kata

Mentari, kembali, kami, harmoni.

4. Singkat dan Padat

Puisi cenderung menggunakan kata-kata yang hemat namun bermakna dalam. Pilih kata-kata yang menggugah imajinasi dan hindari pengulangan yang tidak perlu.

Berikut contoh puisi yang singkat dan padat:

Pelukan Ibu
Hangatnya,
Mengusir dingin di jiwa.
Diamnya,
Mengajarkan cinta tanpa suara.
Ia,
Selamanya rumah.

Puisi itu menggunakan kata-kata minimalis namun tetap menyampaikan emosi dan makna yang mendalam.

5. Fokus pada Imaji

Gambarkan suasana, perasaan, atau objek dengan detail yang membangkitkan imajinasi pembaca.

Misalnya, "hujan turun" bisa diubah menjadi "rintik menyulam tanah basah."

6. Eksperimen dengan Struktur

Ubah paragraf menjadi bait. Buang saja kata pada artikel yang tak berhubungan dengan emosi puisi. Jangan takut untuk mencoba struktur bebas atau yang terikat dengan pola seperti soneta, haiku, atau pantun.

Berikut transformasi artikel dari paragraf menjadi bait puisi dengan pendekatan struktur bebas:

Paragraf Awal:
"Ibu adalah pagi yang tak pernah redup, dewi penyayang yang tabah mendekap. Dalam setiap lelah, ia melukis senyuman, menabur kasih di ruang jiwa anak-anaknya. Kehangatannya membuat waktu terasa abadi, menjadi rumah tempat semua pulang."

Setelah Menjadi Bait:
Ibu adalah pagi tak pernah redup,
Tabah mendekap, melukis senyuman.
Kasihnya tumbuh di ruang jiwa,
Hangatnya, rumah tempat kami pulang.

Dengan menyingkat, memadatkan, dan membagi kalimat menjadi baris, puisi menjadi lebih ekspresif dan kaya emosi. Struktur ini juga memberikan ruang bagi pembaca untuk merenungkan maknanya.

7. Gunakan Aliterasi dan Asosiasi Bunyi

Perhatikan bunyi huruf yang berulang, seperti dalam frasa "angin mengelus dedaunan dengan lembut."

8. Berikan Sentuhan Subjektif

Puisi sering kali membawa perspektif pribadi. Tambahkan nuansa reflektif atau pandangan unikmu terhadap tema tulisan.

Contoh Transformasi:

Tulisan Awal:
"Angin bertiup kencang di malam itu. Suara dedaunan seperti lagu pilu di antara gelap yang membisu."

Setelah Diubah Jadi Puisi:
Angin berbisik di malam pekat,
Dedaunan bernyanyi, lagu penat.
Dalam gelap yang menelan suara,
Ada rindu bersembunyi di antara hampa.

Dengan sering berlatih, mengubah tulisan menjadi puisi akan menjadi lebih natural dan mengalir. Kita pun tetap memiliki ide untuk terus menulis. Ide Menulis Habis, Ubah Tulisan Menjadi Puisi Saja. (Ni Yu)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun