Ibu yang menjadi sumber kebahagiaan dan kekuatan bagi anak-anaknya. Sosok ibu digambarkan sebagai pelita yang selalu menyinari, meskipun menghadapi lelah dan badai kehidupan, tetap memberikan kehangatan dan harapan tanpa pamrih.
Selain itu, puisi ini juga menekankan keabadian peran ibu sebagai simbol cinta dan pengorbanan. Ibu tak hanya menjadi tempat berpulang, tetapi juga pengajar harmoni hidup, menunjukkan betapa tak tergantikannya peran dan kehadirannya dalam keluarga meski telah tiada (doa).
Berarti buang-buangi saja kata dalam artikel kita yang tak sesuai emosi dan fokus puisi kita. Ya, pasti banyak yang terbuanglah darpada yang dipakai. Mau gimana lagi. Kita sedang bikin puisi.
2. Gunakan Gaya Bahasa
Tambahkan majas seperti personifikasi, metafora, simile, atau hiperbola untuk menciptakan keindahan dan daya tarik.
Misalnya: Ketika kudatangi langit Batusangkar menyapa ceria.
Kata langit, Batusangkar, menyapa, ceria merupakan contoh penggunaan majas personifikasi. Langit diumpamakan manusia bisa bertegur sapa.
3. Mainkan Irama dan Ritme
Bacalah tulisanmu dengan lantang dan dengarkan iramanya. Potong kalimat panjang menjadi baris pendek, atau tambahkan pola tertentu agar terasa lebih puitis. Gunakan bunyi huruf sama di ujung kata terakhir. Inilah yang disebut Irama, ritme, dan pola persajakan.
Coba baca ini, Â Ibu adalah mentari,
Yang tak pernah meminta terang kembali,
Segala cinta kau beri, tanpa jeda untuk kami,
Mengajarkan kami hidup dalam harmoni.
Ada bunyi i pada kata
Mentari, kembali, kami, harmoni.