Pada siswa usia remaja pun (13–18 tahun), mencuri sering kali menjadi bentuk pemberontakan, pengaruh buruk lingkungan, atau ekspresi emosi yang tidak terkendali bagi remaja. Dengan memahami karakteristik ini, guru dapat menentukan pendekatan yang tepat untuk setiap kelompok usia.
Guru adalah ujung tombak pembentukan karakter siswa itu di sekolah dan orangtua di rumah. Salah satu tantangan yang sering dihadapi guru saat menemukan siswa dengan perilaku mencuri. Meski sering kali dianggap sebagai tindakan nakal, perilaku ini sebenarnya dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor yang lebih serius dan kompleks.
Guru perlu memahami akar masalahnya, mengenali waktu-waktu rawan terjadinya pencurian, dan menerapkan strategi yang efektif untuk mengatasinya.
Alasan Siswa Melakukan Pencurian
1. Kebutuhan Ekonomi
Beberapa siswa mungkin mencuri karena berasal dari keluarga yang kurang mampu. Mereka merasa tidak punya pilihan lain untuk memenuhi kebutuhan dasar, seperti membeli makanan atau alat sekolah. Mereka pun mencuri.
2. Kurangnya Mendapat Perhatian
Anak yang kurang mendapat perhatian dari keluarga atau teman terkadang mencuri untuk menarik perhatian mereka. Tindakan ini sering kali merupakan bentuk teriakan minta tolong yang tidak tersampaikan dengan kata-kata. Mereka mencuri agar menarik perhatian sekelilingnya.
3. Pengaruh Lingkungan
Lingkungan sosial yang buruk, seperti teman sebaya yang memiliki kebiasaan mencuri, dapat memengaruhi siswa untuk mengikuti perilaku tersebut. Mereka mungkin melakukannya demi diterima dalam kelompok tertentu. Mereka mencuri di mana saja bila ada kesempatan. Mereka pun akan bangga bila sudah mencuri.
4. Kurangnya Pemahaman Moral dan Agama
Siswa yang lebih muda sering kali belum memahami nilai-nilai agama dan moral secara mendalam. Mereka mungkin belum menyadari bahwa mencuri adalah tindakan yang salah dan berdampak buruk pada orang lain. Kebiasaan mencuri bisa berlanjut menjadi tindak kriminalitas.