Akhirnya, hari itu tiba. Ketika Raka pulang dari kantor, Andra sudah berdiri di depan pintu bersama dua temannya, koper pun sudah di tangannya. Wajahnya tenang, ia menatap Raka suaminya. Ia sekarang jauh dari kebingungan yang dulu selalu muncul ketika Raka mulai bicara.
"Raka. Aku pergi," katanya dengan suara yang tenang namun tegas.
Raka tertawa kecil, seolah tidak percaya. "Kamu serius? Kamu nggak bakal bisa sendiri, Andra. Kamu nggak tahu dunia di luar sana keras." Matanya melirik dan meremehkan kedua teman Andra.
Andra tersenyum tipis. "Aku tahu dunia di luar sana lebih baik daripada di dalam sini, Raka. Â Aku tahu siapa diriku dan dirimu."
Dia berbalik, meninggalkan rumah itu untuk selamanya. Ia dibantu kedua temannya membawa barang-barangnya. Untuk pertama kalinya dalam waktu yang lama, Andra bebas dan berjauhan dari Raka. Ternyata kesakitan bisa membuatnya meninggalkan Raka.
"Bayangan di Balik Cermin" (Penutup)
Langit sore berwarna jingga ketika Andra dan kedua temannya berjalan keluar dari rumah bucinnya yang selama ini mengurungnya. Udara dingin menyapu wajah mereka. Sesuai perkiraan pengacaranya. Andra harus dikawal. Meski dalam agamanya wanita yang meninggalkan suami akan dilaknat malaikat.
Dia dan temannya melangkah ke trotoar dan untuk pertama kalinya, tidak ada suara yang mengekorinya. Tidak ada kata-kata pedas senja, tidak ada tatapan yang membuatnya merasa kerdil. Hanya ada suara kaki mereka yang menyentuh jalanan dan angin yang berhembus lembut di antara pepohonan.
Andra berhenti sejenak di pinggir jalan,ia memandang ke langit yang semakin gelap. Dia merasa aneh---bukan karena takut, tetapi karena kebebasan ini terasa begitu baru dan asing. Rasa takut yang selama ini selalu menemani setiap gerakannya, perlahan menghilang. Kedua temannya pun mengerti.
Ponselnya bergetar. Pesan dari salah satu teman lama mereka yang baru saja dia temui kembali beberapa hari lalu.
"Sudah sampai? Kami menunggu kalian di sini. Kamu nggak sendirian."