Cahaya matahari memantul dari jendela kelas menghalangi pandangan Rama. Ia pun memicing untuk memindai wajah kakak-kakak kelasnya. Di antaranya ada Dinju, Laufan, dan Kazir. Dari tiga kakak kelas itu, Kazirlah yang paling nakal.
Ia menciptakan suasana yang mencekam dan penuh ketakutan di hati Rama. Hari yang cerah di sekolah saat ini pun tak mampu menghalau rasa itu dari benak Rama.
Kazir selalu membawa ketakutan tersendiri bagi Rama setiap hari. Ia sudah berusaha memberi kesempatan dirinya untuk merasa lebih tegar dan siap menghadapi Kazir dengan semangat menentang.
Ya, kemarin Senin Pukul 13.30 siang, suasana sekolah tampak seperti hari-hari biasanya. Teman-teman mulai bersiap keluar dari masjid setelah kegiatan shalat dzuhur. Biasanya lanjut makan siang di aula.
Namun, di sudut aula bawah, suasana tenang itu pecah ketika Kazir dan dua temannya Dinju dan Laufan, siswa kelas 9, mendekati Rama, adik kelasnya dari kelas 8. Ekspresi wajah mereka bertiga yang berbeda dari biasanya.
"Kasih uangmu sekarang!" Desak Kazir dengan nada mengancam lembut. Ia pura-pura berbisik ke telinga Rama sambil dua tangan memegang bahu Rama.
Rama terdiam, tidak tahu harus bagaimana. Sekilas orang lain melihat seolah mereka berempat teman akrab yang sedang melepas kangen. Dinju dan Lafuan pun mengambil posisi di kiri kanan Rama.
Tangan Kazir pindah merogoh kantong celana Rama, tapi uang yang diminta tak ada di saku. Dengan pura-pura gugup ia bertanya, "Kamu nggak punya uang, Rama?"
Wajah Rama pias. Wajahnya pucat dan mengeras. Tanpa banyak kata ia kaget. "Bugghh..."
Tinju Kazir melayang ke wajah Rama, tepat di hidungnya. Rama pun berdarah. Bagai anak sungai, darah mengucur deras dari hidung Rama.Â
Rama tersentak. Air matanya mengalir. Ia menahan rasa sakit luar biasa. Rasa sakit itu tiba-tiba menjalar dari hidung ke seluruh kepalanya. Darah mengalir pun membasahi seragam sekolahnya yang putih. Sekarang seragam itu sudah berubah warna menjadi mereh.