~Di kampus~
Keesokan harinya kami ada kelas membahas hal yang sangat penting.
Mr.Hanz datang ke ruangan. Di menit - menit terakhir, ia mengumumkan bahan untuk sidang yang akan kami tempuh. Oh ya, tahun ini adalah waktu Anindya dan teman - temannya wisuda. Itupun kalau lulus sidang skripsi. Oleh karena itu, di tahun ini Anindya harus berusaha agar bisa lulus dengan nilai IPK yang tinggi. Sebenarnya tidak ada yang menuntut dirinya harus seperti itu, sejak awal dia sendiri yang mempunyai keyakinan seperti itu.
Sistem yang digunakan oleh dosen itu adalah pengocokan sebuah tempat ditanah kelahiran kita. Tentu saja pengocokannya sesuai dengan negara nya masing - masing. Jadi, aku masuk jurusan Planologi. Ada yang tahu? Planologi adalah jurusan Teknik Perencanaan Wilayah dan Kota, di dalamnya juga mencakup arsitektur. Anindya masuk jurusan ini karena ia senang sekali traveling apalagi menganalisis suatu tempat.
Dan BOOM! Anindya yang membuka lembaran kertas yang tergulung itu langsung menurunkan pundaknya dengan wajah pucat seketika.
“ Nin, kebagian kota apa?”, tanya teman - temannya. Tanpa menjawab pertanyaan itu Anindya langsung mengacungkan tangan.
“Erlaubnis, Sir zu fragen, darf ich die Stadt, die ich habe, mit meinem Freund tauschen?”, ( Izin bertanya pak, bolehkah saya menukar kota yang saya miliki dengan teman saya? ), tanya Anindya dengan berani.
“Was ist Ihr Grund, es ändern zu wollen?” ( Apa alasan kamu ingin mengubahnya? ) , Mr. Hanz bertanya kembali.
“Ja, aber ich kann es nicht erklären, Sir” ( Ada, tapi saya tidak bisa menjelaskannya pak ), jawab Anindya lagi.
“Kann nicht, Ihr Grund ist nicht klar, warum” ( Tidak bisa, alasan kamu tidak jelas kenapa ), ucap Mr. Hanz melenggang keluar
kelas usai setelah para mahasiswa mengucapkan ‘ Thank you Mr’.
Anindya hanya diam, tangannya mengepal menahan amarah dan kegelisahan yang ia alami. Ia lupa bahwa Mr. Hanz adalah dosen yang tidak mudah merubah keputusan yang telah ia buat. Mau tidak mau, Anindya harus menerima ini semua jika ingin kuliah nya lulus.