Anindya yang saat itu berumur 15 tahun shock setelah tahu korban kecelakaan itu adalah Bunda dan Ayahnya. Bibi yang saat itu langsung menemui Anindya tidak mengizinkannya untuk ke TKP. Tetapi ia nekad, menaiki sepeda, memboseh dengan sangat kencang sembari air mata yang terus turun. Bibi menyusul nya.
Saat melihat Anindya di TKP, ia tidak diizinkan untuk masuk ke garis polisi. Usianya masih dibawah umur. Anindya tidak bisa menerima itu, dia sangat hancur dan menangis kencang sambil dihapangi beberapa polisi supaya tidak melewati garis polisi.
“BUNDAAA!!”
“AYAHHH!!”
“Kalian sudah berjanji padaku kan? akan mengajak Nindya liburan sampai semua pulau di Indonesia terjelajahi kan? Kita belum mengelilingi semua pulau Bunda, mana Ayah yang akan rela cuti satu bulan demi memenuhi keinginan ku?!!”
Anindya kecil tersungkur jatuh ke aspal, tidak bisa menopang tubuhnya dengan kuat, Bibi memeluknya sangat erat. Semua orang yang menyaksikan merasa iba dan kasihan. Hingga ada salah satu warga yang berkata
“Pak polisi, anda tidak merasa kasihan kepada anak ini?! dia ingin melihat orang tua nya untuk yang terakhir kalinya! apa kau tega membiarkannya seperti itu? dia anak nya, biarkan dia melihat nya!!”
“IYA BENAR!!”
“IZINKAN DIA MELIHATNYA!!”
Sorak para warga yang pada akhirnya polisi mengizinkan Anindya ditemani sang Bibi masuk ke TKP, dibuka nya sleting pembungkus korban. Anindya menangis sejadi - jadinya hingga ia jatuh pingsan. Itu merupakan kecelakaan terbesar yang pernah terjadi di Jalan Malioboro. Pantas saja hingga seminggu setelahnya, berita itu masih ramai tersebar di televisi, radio, internet, maupun media cetak. Hampir setiap hari Anindya mendengarnya, ditambah teman - teman sekolah nya yang bukan menyemangati, malah terus bertanya bagaimana kejadian itu terjadi.
~~~~~
Hanya kepada Abimanyu ia berani menceritakan itu semua.