Para imam, berkat karunia tahbisan dan perutusan yang diterima dari tangan uskup menyerupai Yesus Kristus dan ambil bagian dalam kewibawaan Kristus membimbing Gereja melalui Roh Kudus. Yohanes Paulus II mengungkapkan bahwa para imam yang ditakdiskan melalui sakramen Tahbisan diwarnai, dibentuk dan ditandai dengan cara berpikir dan bertindak seperti Yesus Kristus. Oleh karena itu, para imam harus menjadi teladan bagi kawanan Domba Allah dan pola pelayanannya menjadi panutan bagi umat seraya membebaskan diri dari kecongkakan atau keinginan untuk menguasai mereka yang dipercayakan kepadanya (1 Ptr 5:2-3).[22]
     Paulus Yohanes II dengan tegas mengatakan bahwa dalam Ekaristi para imam bertindak sebagai in persona Chisti. Para imam diberi rahmat untuk melayani Ekaristi sebagai pribadi Kristus bukan berlaku seolah-olah Ekaristi adalah tindakan atau milik mereka sendiri. [23] Menyadari realita di atas, para imam perlu waspada dan bersikap arif terhadap pengaruh negatif dari mentalitas narsisisme. Kecenderungan narsisistik berpotensi membuat para imam jatuh ke dalam dosa. Dengan karakter haus pujian, mudah cemburu dan iri hati, menjadikan diri pusat perhatian, sikap arogan, sombong, megah diri dan egoisme dari narsisisisme dapat membawa para imam pada dosa memberhalakan diri sendiri. Para imam harus menyadari dan mengetahui bahwa Ekaristi bukan panggung narsisistik, melainkan peristiwa sakral yang mempersatukan umat Allah untuk bersyukur dan memuji Tuhan yang telah menebus manusia dalam kurban Putera-Nya. Oleh karena itu, berhadapan dengan budaya narsisisme, para imam harus kembali pada kesadaran akan panggilan mereka sebagai pelayan Allah yang dipanggil untuk hidup kudus dan serupa dengan Yesus Kristus, Sang Kurban Ekaristi. Dengan demikian, para imam tidak menjadikan Ekaristi suci sebagai kesempatan untuk pamer dan mewartakan diri sendiri, melainkan bertindak dan berkata-kata atas dan dalam nama Yesus Kristus. [24]
Â
#Catatan Kaki
[1] Kus Aliandu, Fungsi Imamat ..., hlm. 69; bdk. Konsili Vatikan II, "Dekrit Tentang Pelayanan dan Kehidupan Para Imam" (Presbyterorum Ordinis -- PO), dalam Konsili Vatikan II, diterjemahkan oleh R. Hardawiryana (Jakarta: Departemen Dokumentasi dan Penerangan KWI -- Obor, 1993), no. 1. Penulisan selanjutnya Dekrit Tentang Pelayanan dan Kehidupan Para Imam disingkat PO diikuti nomor.
[2] Anselmus Leu, Spiritualitas Imam: Menghidupkan Kembali Spiritualitas Tahbisan (Yayasan Pustakan Nusatama: Yogyakarta, 2004), cover belakang.
[3] Kus Aliandu, Fungsi Imamat ..., hlm. 37-39.
[4] Kus Aliandu, Fungsi Imamat ..., hlm. 72-73.
[5] Kus Aliandu, Fungsi Imamat ..., hlm. 76-77.
[6] Kus Aliandu, Fungsi Imamat ..., hlm. 77-78.
[7] Anselmus Leu, Spiritualitas ..., hlm. 88.