"Jangan khawatir kapten, InsyaAllah kami berikan juga ke sekutu jika membutuhkan nanti," senyum Diponegoro kepadanya.
      "Ten..tentu saja Diponegoro, hanya saja aku..."
      "Aku juga tidak mengira kita bisa secepat itu mengembangkannya, teknisi Malaka cukup hebat juga dapat menyempurnakannya secepat ini," Imam Hasan ikut merasa senang.
      "Tadi kau bilang sudah mengembangkan lebih jauh, berarti sebenarnya Mataram bisa membuatnya tanpa bantuan Samudera dan Malaka kan?" tanya Imam Hassan.
      "Kami mencoba kok Imam Hassan, yah kebetulan saja kami juga berhasil menemukan caranya, entah sama atau tidak dengan metode yang digunakan oleh Malaka."
      "Dan dengan sesama kesultanan Islam tidak ada salahnya kan kita berbagi ide, toh itu juga akan sangat berguna bagi Samudera dan Malaka," ucap Diponegoro menjelaskan.
      "Hehe, aku tahu apa maksudmu Diponegoro.. Alhamdulillah kalau begitu.. semua akan bersatu pada waktunya nanti.. hmm..." Imam Hassan kembali meminum ramuan rempah-rempahnya, kali ini dengan tegukan yang cukup banyak.
      "Baru saja kok kami mulai mengembangkannya, versi terbaru dari bayu geni, tapi sayangnya bahan-bahan untuk itu kurang. Beberapa kapal dagang aku perintahkan untuk mengangkut mesiu, titanium, dan aluminium serta beberapa bahan tambahan lain."
      "Nah, salah satunya terkena serangan serupa yang terjadi di malam hari. Meskipun si penyerang tidak menggunakan kapal besar dan dicat hitam tapi serangannya dapat melumpuhkan kapal dagang kami. Alhamdulillah seluruh penumpang selamat," Diponegoro ikut menghabiskan minuman buatan Malamo.
      "Aku sudah dengar ceritanya dari Abdi dan Dalem, dan kapten kapal itu, Sudirman, apa dia bisa selamat? Kedua orang ini selalu mengkhawatirkan keadaannya," Imam Hassan melihat ke Abdi dan Dalem yang nampak kaget.
      "Eh, itu maksud saya, itu..." tangan Abdi dan Dalem menunjuk ke sebelah Raden Diponegoro.