"Aku tidak sehebat Imam Hassan dalam memimpin pasukan, kapal-kapal kami terbakar, bahkan kapalku sendiri tak selamat."
      "Kami tak menyangka malam itu musuh datang dalam kegelapan. Sekitar tengah malam, saat dimana seluruh pasukan tidur dengan nyenyak..."
      "Aku sadar setelah sebagian prajurit di dek bawah mulai berteriak karena panas api yang mulai terasa,"
"setelah kusuruh beberapa prajurit untuk memeriksa, ternyata api sudah besar dan aku yakin para prajurit di dek atas sudah terbunuh, mereka yang bertugas jaga malam itu,"
"aku langsung memerintahkan untuk segera melepas sekoci dan jika harus, berenang bersama terpal untuk menujunya."
      Kesedihan ada di nada suaranya, ia nampak sangat menyesal tidak bisa memimpin lebih baik daripada Imam Hassan.
      "Tenang nak.. itu biasa terjadi, apalagi kau masih muda. Aku mungkin lebih darimu karena pengalaman. Saat muda dulu aku kadang juga berbuat kecerobohan, sedangkan kau menurutku memimpin dengan cukup baik malam tadi, bahkan tujuh puluh persen pasukan kita bisa selamat. Meskipun, yah, kita harus kehilangan beberapa buah kapal," ucap Imam Hassan menenangkan.
      "Hanya satu dari lima yang terbakar akan bisa direnovasi kembali. Para teknisi kapal Mataram sudah mengecek semua dan melaporkannya tadi sore," ujar Diponegoro.
      "Alhamdulillah, kami tidak mempermasalahkan kondisi kapal-kapal yang sudah terbakar itu, saat ini yang paling penting pasukan berhasil selamat dan musuh berhasil dipukul mundur," Imam Hassan menyeruput ramuan rempahnya.
      "Enak kah Hassan? Aku membuatnya setiap habis berlatih tanding dengan para prajurit di bawah, mengembalikan seluruh energimu seperti semula," Malamo ikut menyeruput minumannya diikuti yang lain.
      "Alhamdulillah rasanya tubuhku kembali ringan setelah meminumnya.. Ah, ya aku beruntung segera diberitahu Abdi, petugas jaga tadi malam berkumpul semua di buritan kapal, termasuk di dalamnya mereka berdua," Imam Hassan melirik ke Abdi dan Dalem.