Menurut teori propaganda politik model Bruce L Smith, propaganda politik dapat bersifat positif atau negatif, tergantung pada tujuan dan nilai-nilai yang diusung oleh propagandis. Propaganda politik positif adalah propaganda yang bertujuan untuk memberikan informasi, edukasi, atau motivasi kepada khalayak agar dapat berpartisipasi dalam proses demokrasi secara rasional dan kritis. Propaganda politik negatif adalah propaganda yang bertujuan untuk memanipulasi, menyesatkan, atau mengintimidasi khalayak agar dapat tunduk atau patuh kepada kepentingan propagandis secara irasional dan apatis.
Propaganda politik positif dan negatif dapat dibedakan berdasarkan beberapa kriteria, yaitu:
Sumber (Sources): propaganda politik positif bersumber dari pihak yang jelas dan jujur mengenai identitas dan tujuannya, sedangkan propaganda politik negatif bersumber dari pihak yang menyembunyikan atau memalsukan identitas dan tujuannya.
Fakta (Fact): propaganda politik positif menyajikan fakta-fakta yang benar dan relevan dengan isu-isu yang dibahas, sedangkan propaganda politik negatif menyajikan fakta-fakta yang palsu atau distorsi dengan isu-isu yang dibahas.
Teknik (Technique): propaganda politik positif menggunakan teknik-teknik yang rasional dan logis untuk membujuk khalayak, sedangkan propaganda politik negatif menggunakan teknik-teknik yang emosional dan ilusi untuk mempengaruhi khalayak.
Dampak (Effect): propaganda politik positif memiliki dampak yang konstruktif dan demokratis bagi khalayak, seperti meningkatkan pengetahuan, kesadaran, dan partisipasi politik, sedangkan propaganda politik negatif memiliki dampak yang destruktif dan otoriter bagi khalayak, seperti menurunkan kepercayaan, kritisisme, dan kebebasan politik.
KESIMPULAN
Kesimpulan
Berdasarkan analisis komparatif yang telah disampaikan, dapat disimpulkan bahwa Mars Perindo dan Mars PAN adalah lagu-lagu kebangsaan dari Partai Perindo dan Partai PAN yang memiliki tujuan sebagai propaganda politik guna memperkenalkan partai dan visi-misi mereka kepada masyarakat.
Kedua lagu ini memiliki kesamaan dalam sumber, tujuan, fakta, dan teknik propaganda. Sumber dari kedua lagu ini berasal dari partai politik yang diciptakan oleh Internal Partai tersebut, Perindo oleh Liliana Tanoesoedibjo, istri dari Hary Tanoesoedibjo, sedangkan PAN diciptakan oleh Kaisar Victorio, Anggota Senior Partai Amanat Nasional (PAN). Lagu-lagu tersebut bertujuan untuk memikat hati pemilih menjelang pemilu 2024. Dalam kedua lagu tersebut, tidak disajikan fakta-fakta spesifik mengenai partai atau prestasinya, melainkan hanya menggunakan kata-kata umum dan abstrak yang menggambarkan visi dan misi partai. Teknik propaganda yang digunakan dalam kedua lagu ini antara lain glittering generalities, transfer, plain folks, dan bandwagon.
Namun, terdapat perbedaan antara Mars Perindo dan Mars PAN dalam konteks dan dampak propaganda yang dihasilkan. Mars Perindo pernah menjadi fenomena di masyarakat karena sering diputar di berbagai media, terutama di televisi yang dimiliki oleh MNC Group. Lagu tersebut juga menuai kontroversi karena dianggap sebagai bentuk kampanye terselubung yang melanggar aturan KPU. Kritik juga ditujukan kepada Mars Perindo karena dianggap sebagai bentuk propaganda dan pencitraan Partai Perindo untuk menarik simpati pemilih.
Sementara itu, Mars PAN baru-baru ini menjadi viral di media sosial TikTok, di mana banyak masyarakat yang mengunggah video dengan menggunakan lagu tersebut sebagai latar belakang. Mars PAN menunjukkan dukungan dan antusiasme masyarakat terhadap PAN, yang menggunakan nomor urut 12 dalam pemilu.
Mars Perindo dan Mars PAN dapat dikategorikan sebagai propaganda politik negatif karena berasal dari pihak yang tidak jujur mengenai tujuannya, menyajikan fakta-fakta yang tidak relevan dengan isu-isu yang dibahas, menggunakan teknik-teknik yang emosional dan ilusi untuk mempengaruhi khalayak, serta memiliki dampak yang destruktif dan otoriter bagi khalayak, seperti menurunkan kepercayaan, kritisisme, dan kebebasan politik.
Referensi
Smith, Bruce Lannes. "Propaganda Analysis and the Science of Democracy." The Public Opinion Quarterly 5, no. 2 (1941): 250--59. http://www.jstor.org/stable/2744939.