"Assalamualaikum, Haikal!"Â
Seorang pria berjanggut tipis berkopiah putih dan dengan setelan Koko berwarna senada muncul memberi salam. Aku tak mengenalnya, namun tampaknya dia mengenalku, entah dari mana.
"Waalaikumussalam."
"Saya Faisal, abangnya Sofi. Benar kamu Nak Haikal?" Aku mengangguk pelan lalu mempersilahkan dia masuk. Saat aku menawarkan kopi atau teh, dia menolak dengan sopan. "Begini.. saya mau memberitahukan sesuatu."
"Apa itu, Bang?"
"Sofi... Sofi menerima lamaran Nak Haikal."Â
Seakan sesuatu menyambar begitu hebat, membuat tubuhku merasa hangat namun juga kebingungan. Darahku berdesir dan jantungku berdegup tak karuan.
"Tapi saya belum..."
"Pakcik Burhan yang menyampaikannya dua hari yang lalu. Dia datang ke rumah kami bersama ayah Saudara. Berniat untuk meminang Sofi. Tampaknya Saudara tidak tahu."
Aku menggeleng pelan. "Tapi, sejak kemarin-kemarin itu, saya memang berniat untuk meminang adik Abang. Namun saat saya tidak tahu keberadaan Sofi, hati saya ikut surut mundur."
"Sebenarnya, Sofi mencegah kami sekeluarga untuk menceritakan keberadaannya pada orang lain. Selama beberapa hari belakangan ini, dia masih dalam masa pemulihan karena kecelakaan di dekat rumah keluarga kami. Dia berada di rumah sakit kota. Namun saat saya menceritakan tentang lamaran yang datang untuknya dan menyebut namamu, dia tersenyum dan mengangguk."