Sedikit lagi, ayolah. Bergerak ke samping sedikiiiiittt.
Farah mengarahkan lensa kameranya berusaha membidik sasaran yang tepat dan tentunya dengan hasil sebagus mungkin.
Cewek dengan rambut ikal itu sedang mengabadikan sosok manusia yang sudah lama menetap dalam hatinya, hanya melalui foto-foto candid ini ia bisa memandanginya setiap hari tanpa harus merasa risih.
Bukan karena Farah nggak kenal sama orang itu, ia kenal. Bahkan akrab. Mereka seperti sahabat pada umumnya dan sayangnya teori persahabatan antara cewek dan cowok itu lebih susah saat praktiknya.
Normalnya, setiap orang memiliki rahasia. Bahkan ada setidaknya satu rahasia yang tidak bisa dibagi bahkan kepada sahabat sendiri.
Khusus bagi Farah, koleksi foto Candid Ricky lah yang menjadi rahasia terbesarnya, juga perasaan yang sedang berusaha ia tutupi belakangan ini.
Cowok dengan gengsi selangit itu kini sedang berjalan di expo center dengan santainya memperhatikan koleksi hot wheels yang terpajang bersama kerumunan yang bisa dibilang sudah seperti kumpulan kepala keluarga yang mau rapat RT.
Farah juga nggak habis pikir, ternyata bapak-bapak di Jogja juga suka mainan hot wheels, atau jangan jangan malah Ricky yang hobinya sama dengan bapak-bapak?
Ricky mengambil salah satu hot wheels yang cukup unik, memperhatikan sebentar. Tanpa melewatkan momen itu, Farah segera menekan tomobol shutter kameranya.
Satu lagi candid yang ia abadikan. Benar-benar natural, karena Ricky memang nggak sadar kalau saat ini berbagai posenya sedang di abadikan.
Farah melirik jam tangannya, sore ini ia harus segera pulang ke penginapan yang sudah ia diami selama seminggu ini untuk berkemas.
“Kiiiiii!” Teriak Farah saat ia sudah berada lumayan dekat dengan cowok itu.
Ricky menoleh ke arahnya dengan ekspresi sok cool nya yang seperti biasa.
Farah tentu saja gila kalau harus menunggu Ricky yang mendatanginya, karena cowok itu nggak akan mau.
“Anterin gue, sore ini udah harus beres-beres. Besok gue pulang, penerbangan pertama.” Kata Farah memelas.
“Ayo, tapi gue nganterin sampai depan aja! Nanti orang salah paham kalau gue nganter sampai masuk segala.”
Farah tersenyum dan menunjukkan ibu jarinya tanda setuju.
Jarak antara pameran expo dan rumah penginapan tempat Farah menginap selama liburannya satu minggu di Jogja bisa dibilang lumayan dekat. Tapi Farah males banget jalan sendirian di tempat asing yang belum pernah ia kunjungi ini.
Sepanjang perjalanan Ricky banyak cerita seputar kehidupan barunya selama di Jogja. Lingkungan kampusnya, tugas-tugasnya dan teman-teman barunya yang berasal dari berbagai daerah di Indonesia.
“Jadi Far, ada cewek yang tiba-tiba di parkiran kampus bilang gini ‘Ricky, kok kamu ganteng banget’, lo tau reaksi gue gimana?” tanya Ricky sambil melirik Farah yang langsung menggeleng.
“Gue langsung balik badan, ngambil motor dan pergi.”
“Nyebelin lo, sok cerita dipuji cewek segala,” ledek Farah.
“Itu kenyataannya Far, gue cuma cerita.”
“Harusnya lo jawab cewek itu begini ‘makasih, kamu juga ganteng’ kan lo biasanya aneh kalo ngobrol sama cewek.”
“Iya ya, harusnya gue jawab begitu. Terlalu males gue nanggepinnya, makanya nggak sempat mikir ngasih respon apa sama cewek begituan.”
“Lo terlalu gugup kali,” sinidr Farah.
“Nggak penting banget gugup cuman gara-gara cewek kayak gitu,” jawab Ricky santai.
“Lo kapan libur?” Farah mencoba mengalihkan pembicaraan, takut jika kecemburuannya semakin jelas terlihat.
Ricky mengerutkan keningnya, “kira-kira dua minggu lagi.”
“Kalau beruntung,” tambahnya.
Farah mendelik, “kok gitu?”
“Kalo nilai gue bagus semua, ya gue bisa pulang. Kalo jeblok ya gue harus ngambil kuliah tambahan.”
“Duh, tapi kan sekarang lo lebih rajin belajarnya. Nggak kayak waktu di SMA dulu. Masa masih bisa jeblok?” sungut Farah sedikit kecewa.
Saat ini Farah sedang bekerja keras menyiapkan sesuatu untuk Ricky di kota asal mereka, dan semua usahanya bisa saja sia-sia kalau Ricky batal pulang.
“Siapa sih yang mau nilainya jeblok, Far? Gue juga pengen pulang kali. Kehidupan gue di Jogja memprihatinkan. Lo tau sendiri kan? Disini hidup gue nggak semudah di Samarinda.”
Farah mengangguk-ngangguk saja, meng-iya-kan apa kata Ricky tanpa benar-benar fokus dengan yang dibicarakan cowok yang tatanan rambutnya dipaksa-paksa biar mirip Lee Min Ho itu.
Langkah mereka terhenti di depan sebuah rumah penginapan sederhana.
Farah melirik Ricky yang sibuk memperhatikan gadget di tangannya. Setengah mati cewek itu nahan biar nggak minta dianterin Ricky ke bandara besok pagi. Karena pasti si Ricky bakalan sok nolak, walaupun akhirnya tetap dianterin karena kasian.
“Gue masuk ya, makasih udah nganterin.” Kata Farah kikuk.
“Hmm..” balas Ricky bergumam.
“Gue pulang sekarang,” kata Ricky melirik Farah sebentar sebelum berbalik dan pergi.
Farah hanya bisa mengangguk.
Ia mengambil kameranya dari tas kemudian memotret siluet Ricky yang berjalan membelakanginya tepat menghadap sinar matahari sore yang lembut.
Gue salah nggak sih suka sama cowok super kaku kayak lo?
Farah mendesah sebelum akhirnya berjalan masuk melalui pekarangan rumah penginapan yang ia tinggali.
Samarinda, 2 minggu kemudian.
Farah merapikan berbagai perlengkapan yang akan membantunya melaksanakan rencananya malam ini. Ia udah capek. Nggak perduli penilaian orang-orang. Bahkan kalau Ricky bakalan berhenti jadi sahabatnya setelah ia bilang soal perasaannya ke cowok itu.
Ricky sudah tiba di Samarinda tadi pagi dan ia udah janji bakalan menuruti kemauan Farah ketemu di taman kecil yang dulu biasa jadi tempat bagi mereka ngumpul bareng teman-teman yang lain saat SMA.
Cukup bagi Farah buat bilang kalau dia sayang banget sama sahabatnya itu. Farah nggak ada niatan nembak, dia cuma mau Ricky tau gimana usaha Farah menyayangi Ricky dalam diamnya.
Proyektor sudah diletakkan Farah tepat di depan layar berukuran sedang. Bahkan ia sampai memohon-mohon sama salah satu rumah yang ada di sekitar taman itu buat minta aliran listrik dengan kabel colokan sepanjang lima meter, bayangin!
“Kalau gue nggak sayang-sayang banget. Males gue ngerjain kayak beginian.” Sungut Farah.
Cewek itu mencoba memutar video yang sudah ia buat sebelumnya.
Sebagai pembukaan pada videonya, Farah menampilkan beberapa foto candid terbaik tentang Ricky diiringi lagu “I Miss You” nya Avril Lavigne. Agak melenceng sih maknanya, cuman nggak tau kenapa Farah pengen banget Ricky denger lagu itu.
Udah hampir jam setengah delapan malam. Ricky belum ada tanda-tanda berangkat.
Farah akhirnya inisiatif buat nelpon.
“Ya Far?” jawab Ricky.
“Lo dimana?”
“Baru bangun gue, masih di rumah nih.”
“Lo lupa? Nyebelin banget sih.”
“Gue inget, cuman ketiduran aja.”
“Yaudah gue tunggu ya,” balas Farah sebelum memutus sambungan teleponnya.
Farah memandangi langit yang mulai mendung.
“Ah payah banget nih, kalau hujan kan nggak asik.” Keluhnya.
Rencananya Farah menampilkan videonya tanpa menunjukkan dirinya. Dia bahkan sengaja kerja sama bareng petugas yang sering jagain taman ini. Jadi pas Ricky dateng videonya langsung mulai.
Semoga nggak hujan deh.
Buat pengaman sementara, Farah udah ngasih pelindung dengan jarak yang lumayan jauh di atas proyektor biar nggak basak kalau hujan dan nggak menghalangi cahaya proyektor saat digunakan.
Masalahnya tinggal satu, kalau Ricky ngeliat video yang durasinya 10 menitan itu saat hujan. Tuh anak udah basah kuyup duluan. Farah mencari akal agar bisa menggantung payung di tempat yang memudahkan Ricky melihat layar. Ranting pohon seperti penyelamat yang tepat sekali baginya. Farah tersenyum menatap pohon besar di sampingnya.
“Cetek lah, naik pohon segini doang.”
Farah langsung memanjat pohon itu dengan cepat, kemudian menggantung payung disana dan mengikatnya biar nggak terbang ditiup angin.
“Pinter ya gue memperkirakan sesuatu, he he he” kata Farah ngomong sendiri.
Perlahan Farah turun dari pohon itu.
Sesampainya di bawah, Farah kembali mengecek persiapan yang sudah ia lakukan.
“Sip deh,” kata Farah puas.
Nggak berapa lama ada yang bergetar di saku celananya, setelah dicek ternyata telepon dari Ricky.
“Ya?” jawab Farah.
“Ban gue bocor, gimana ya? Kayaknya susah nih kesana. Lagi nyari bengkel.”
Farah berdecak kesal, “lo dimana sih? Sini gue jemput aja. Gue cuma perlu 10 menit.”
“Deket sekolah kita dulu, masih lumayan jauh kan? Ribet tau.”
“Gue kesana, tunggu!”
“Terserah deh,” balas Ricky.
Farah mengambil motornya setelah minta tolong sama Bapak penjaga taman yang sekarang berubah profesi jadi penjaga kejutan, khusus buat misi-nya malam ini.
Farah menarik gas motornya, ada air yang menetes di atas punggung tangannya. Semakin lama semakin banyak. Hujan.
“Susah banget sih bilang sayang doang,” ucap Farah sedih.
Motornya semakin melaju kencang, sampai-sampai ia lupa kalau saat ini ia menggunakan motor matic yang kalau nge-rem harus pakai rem kiri dulu baru kanan.
Sayangnya Farah terlalu kaget saat di tikungan ada mobil bus yang padahal nggak ngebut. Farah langsung nge-rem motornya dengan rem kanan, dalam keadaan motor yang miring dan jalanan yang licin.
Ya. Farah menabrak sebuah bus, dengan posisi miring ke kanan tepat di depan bus yang sulit berhenti dalam jarak dekat. Kepala cewek itu membentur aspal jalanan, helmnya pecah, tubuh Farah terseret bus di depannya. Pandangan Farah gelap. Mungkin hanya ia yang tahu, saat ini air matanya menetes bersamaan air hujan yang menutupi sedihnya. Tubuhnya berhenti terseret. Sesaat rasa mual menjalari seisi perutnya. Ia memuntahkan cairan merah segar, detik itu ia tahu ia nggak akan pernah bisa bilang apa-apa sama Ricky. Ia nggak bisa ketemu orang-orang yang disayanginya lagi.
I Miss You...
“Nomor yang anda tuju sedang berada di luar jangkauan.”
Ricky sudah selesai menambal ban motornya. Ajaib aja tiba-tiba ada orang yang lewat dan nunjukkin tukang bengkel yang buka di deket sini.
“Kemana sih si Farah, katanya mau jemput.”
Ricky meneruskan perjalanannya berhubung hujan lebat, mungkin tuh cewek batal mau jemput jadi nungguin dia di taman.
Sesampainya di taman, hujan udah reda.
Ricky berjalan menuju lokasi yang dikasih tau Farah.
Ia melihat layar berukuran sedang yang tiba-tiba nyala sendiri, menampilkan berbagai pose fotonya saat tertawa, makan di kantin sekolah dulu, foto saat mereka liburan di pantai, foto saat Ricky sedang mengerjakan tugasnya di sekolah, bahkan fotonya saat berada di Jogja. Ia sama sekali nggak menyadari kalau selama ini Farah memperhatikannya.
I miss you
Miss you so bad
I don’t forget you
Oh it’s so sad
I hope you can hear me
I remember it clearly
The day you slipped away
Was the day I found
It won’t be the same
Perlahan lagu semakin pelan, Farah tampil di videonya.
“Hai Ricky! Temen gue paling bego dan nggak peka segalaxi bima sakti. Lo kok nggak nyadar sih gue selama ini suka sama lo? Atau lo pura-pura nggak peka doang? Ih jahat!” Farah memalingkan wajahnya.
“Eh tapi biarlah, karena lo ditakdirkan nggak peka, gue harus menyampaikannya secara gamblang lewat video ini kalau gue bener-bener sayang banget sama lo. Gue nggak minta lo jadi pacar gue. Inget ya, gue nggak nembak lo saat ini. Gue cuman mau bilang isi hati gue sama lo.”
Farah menghela napas, ia pengen nangis. Nggak tahu kenapa. “Ricky, gue sayang sama lo, tetep jadi sahabat gue ya. Lo berarti banget buat gue. Karena gue ngomong soal perasaan gue kayak gini. Jangan jauhin gue, jangan tinggalin gue. Gue nggak siap kehilangan lo.”
Farah tersenyum. Senyum yang nggak biasa. Senyum yang belum pernah diliat Ricky selama tiga setengah tahun dia temenan sama Farah.
Ricky mengambil gadgetnya.
“Nomor yang anda tuju sedang tidak aktif...”
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H