Farah berdecak kesal, “lo dimana sih? Sini gue jemput aja. Gue cuma perlu 10 menit.”
“Deket sekolah kita dulu, masih lumayan jauh kan? Ribet tau.”
“Gue kesana, tunggu!”
“Terserah deh,” balas Ricky.
Farah mengambil motornya setelah minta tolong sama Bapak penjaga taman yang sekarang berubah profesi jadi penjaga kejutan, khusus buat misi-nya malam ini.
Farah menarik gas motornya, ada air yang menetes di atas punggung tangannya. Semakin lama semakin banyak. Hujan.
“Susah banget sih bilang sayang doang,” ucap Farah sedih.
Motornya semakin melaju kencang, sampai-sampai ia lupa kalau saat ini ia menggunakan motor matic yang kalau nge-rem harus pakai rem kiri dulu baru kanan.
Sayangnya Farah terlalu kaget saat di tikungan ada mobil bus yang padahal nggak ngebut. Farah langsung nge-rem motornya dengan rem kanan, dalam keadaan motor yang miring dan jalanan yang licin.
Ya. Farah menabrak sebuah bus, dengan posisi miring ke kanan tepat di depan bus yang sulit berhenti dalam jarak dekat. Kepala cewek itu membentur aspal jalanan, helmnya pecah, tubuh Farah terseret bus di depannya. Pandangan Farah gelap. Mungkin hanya ia yang tahu, saat ini air matanya menetes bersamaan air hujan yang menutupi sedihnya. Tubuhnya berhenti terseret. Sesaat rasa mual menjalari seisi perutnya. Ia memuntahkan cairan merah segar, detik itu ia tahu ia nggak akan pernah bisa bilang apa-apa sama Ricky. Ia nggak bisa ketemu orang-orang yang disayanginya lagi.
I Miss You...