Tekanan sosial yang menuntut seorang ibu harus memberikan pengasuhan yang sempurna, membuat seorang ibu rentan diliputi perasaan bersalah dan mengalami stres karena merasa gagal memenuhi tuntutan tersebut.Â
Penilaian yang lebih realistis adalah bahwa ibu yang baik bukanlah ibu yang sempurna, sama seperti halnya tidak ada manusia yang sempurna.Â
Ketika kita menerima kemanusiaan kita, tekanan akan hilang dari diri kita dan kita akan menyadari bahwa kita tidak harus sempurna, namun menjadi 'ibu yang cukup baik', itu sudah cukup.Â
Dengan menjadi ibu yang cukup baik, kita dapat memberikan apa yang benar-benar dibutuhkan oleh anak kita.Â
Kesalahan merupakan ruang untuk bertumbuh, yang memberi kesempatan kepada kita untuk belajar menoleransi frustrasi, memecahkan masalah dan menjalani kehidupan sebagaimana manusia menjalani hidup.
Menjadi seorang ibu memang tidak mudah, sejak mengandung pun sudah banyak menghadapi perubahan dan tantangan, maka dukungan sosial dari pasangan, keluarga dan bahkan lingkungan masyarakat sangatlah penting.Â
Menurut penelitian, rendahnya kepuasan relasi dengan pasangan dan adanya tekanan sosial dapat meningkatkan stres dan parental burnout pada orang tua (baik ibu ataupun ayah).Â
Orang tua dapat mengalami kelelahan mental yang dapat berdampak buruk, baik terhadap hubungan emosional dengan anak, maupun bagi si orang tua itu sendiri.Â
Kelelahan mental ini dapat meningkatkan potensi kecanduan, pikiran bunuh diri, konflik dengan pasangan dan anak, penelantaran bahkan juga kekerasan terhadap anak.
Di sisi lain, secara personal calon ibu atau seorang ibu sebaiknya juga dapat membereskan segala luka batin yang dimiliki, agar tidak meneruskan, mewariskan dan melampiaskannya kepada anak.Â
Menurut Suniya Luthar seorang profesor psikologi dari Arizona State University, ibu yang baik adalah ibu yang bahagia dan sehat.Â