Aku mengangguk senang.
Sayangnya makin hari aku merasa Bu Nina jadi menyebalkan. Ia sering menceramahiku karena buku-buku yang kemarin diberikannya tak kunjung kuselesaikan. Ia juga sempat mengancam tidak lagi mengizinkanku bermain ke taman.
Aku mengadu kepada Bu Miranda. Aku mulai tidak menyukai Bu Nina. Alasan pertama, mereka menjauhkan Karen dariku. Kedua, Bu Nina tidak benar-benar mempercayaiku. Dan sekarang, ia melarangku bertemu dengan Bu Miranda.
Hari ini aku melihat Bu Nina tidak dengan wajah ramahnya seperti biasa. Tapi aku juga tidak ingin berpura-pura patuh di depannya. Bu Miranda bilang Bu Nina dan polisi hanya akan mempercayai apa yang mau mereka percayai. Aku sudah berusaha mengikuti setiap cara mereka, tetapi rasanya sia-sia saja.
"Aku mau keluar dari sini, pokoknya keluar," kataku meninggi.
"Sepertinya kamu masih akan di sini dulu sampai kamu benar-benar jujur sama Bu Nina."
"Tapi aku sudah ceritain semuanya sama Bu Nina," pekikku.
Bu Nina bangkit dari tempat duduknya. Ia memelukku sambil berkata lirih, "Mara, kau mungkin bisa membohongi ibu atau orang lain, tapi kamu nggak bisa membohongi dirimu sendiri,"
"Maksud Bu Nina?"
Bu Nina kembali duduk di sofa. "Dari yang ibu lihat, kebencianmu sama mama bukan karena ia selalu pulang malam atau pulangnya bareng laki-laki  lain. Melainkan karena mama menyalahkan  kelalaian kamu menjaga adikmu. Sama seperti kamu, mamamu belum bisa menerima kepergian Karen sehingga kalian butuh pelampiasan. Oh iya satu lagi. Kalau ingin bercerita tentang Bu Miranda, mama kamu, Bu Nina masih tetap ada buat kamu."
"Tapi Mara, tidak bohong Bu. Karen adalah pembunuhnya. Tolong percaya sama Mara." Aku memelas.