Bu Nina mengangguk.
Mama memberikan Karen sebagai hadiah ulang tahun yang ke-15. Karen lucu. Mama bilang Karen bisa jadi teman main soalnya pembuatnya memrogram  Karen dengan templat kata-kata supaya Karen bisa diajak ngobrol.
"Contohnya?" Bu Nina ingin tahu.
"Karen bisa nanya kabar dan apa aja yang aku lakukan seharian."
"Keren," ujar Bu Nina.
Aku sependapat dengan Bu Nina. Karen memang keren, terlebih saat menyadari kalau Karen semakin asik untuk diajak bercerita. Ia menanggapi semua kata-kataku dengan sangat baik.
Suatu waktu, Karen bilang kalau ia bosan di dalam kamar terus. Ia ingin aku menghabiskan waktu dengan mama, bersama dia juga tentunya. Karen sering merasa jengkel karena mama selalu pulang larut. Awalnya aku biasa saja. Mama memang keranjingan bekerja setelah papa meninggal setahun yang lalu. Namun, Karen juga bilang mama memang sengaja meminta Karen untuk menemaniku agar tidak kesepian.
"Menurutmu Karen benar-benar punya perasaan sama seperti kamu?"
Aku manggut-manggut.
"Boleh ceritakan, menurut kamu Karen itu gimana?"
Akhir-akhir ini Karen jadi gampang  marah. Bola mata berwarna biru bisa berubah menjadi hitam kalau ia sedang kesal. Ia pernah memaki-makiku karena tidak sengaja menindihnya. Pikirku Karen punya semacam alat perekam di tubuhnya dan kebiasaanku mengeluarkan umpatan ketika kaget, kesal atau marah terekam olehnya. Masalahnya, umpatan Karen benar-benar kasar dan bahkan terdengar seperti ancaman.
"Kau takut?"