Mohon tunggu...
BANYU BIRU
BANYU BIRU Mohon Tunggu... Guru - Guru | Pecandu Fiksi

Orang yang benar-benar bisa merendahkanmu adalah dirimu sendiri. Fokus pada apa yang kamu mulai. Jangan berhenti, selesaikan pertandinganmu.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Mara dan Tragedi oleh Banyu Biru

20 Januari 2024   16:13 Diperbarui: 20 Januari 2024   16:17 345
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik


"Kadang-kadang. Karena kalau Karen sudah tenang, kami bisa seru-seruan lagi."


Bu Nina sepertinya memikirkan sesuatu, "Terus bagaimana dengan kejadian malam itu? Apa karena Karen sedang marah?"


Sebenarnya aku takut untuk menceritakan ini, aku sudah berjanji kepada Karen untuk tutup mulut, tetapi Karen membuatku terpaksa melakukannya. Karen pembunuh dan aku tidak mau dikendalikan oleh pembunuh. Aku masih ingat sekali bagaimana Karen mengambil rantai lalu memecut mama sampai jeritannya menggema ke setiap sudut rumah. Setelah mama melemah, Karen melilitkan rantai itu ke leher mama dan mengikatnya seperti anjing peliharaan.


"Kau tidak berusaha menolong mamamu?"


Aku menggeleng. Entahlah, sebagian dari diriku mengatakan apa yang Karen lakukan ada benarnya. Antara ada dan tidak adanya mama, keadaan di rumah sama saja. Aku merasa Karen lebih memperhatikanku. Aku menghabiskan waktuku bersama Karen bukan dengan mama. Karen benar. Ternyata mama tidak hanya bekerja sampai larut. Mama sering pulang sama bapak-bapak. Mama kelihatan seneng juga. Aku benci sama mama karena sudah mengkhianati papa.


Bu Nina meletakkan penanya dan menutup catatannya, "Oke, Mara. Bu Nina rasa untuk hari ini sudah cukup."


"Benar, Bu? Mara sudah bisa pulang?" tanyaku girang.


"Sepertinya belum. Tapi Mara tenang aja. Bu Nina punya tips supaya kamu enggak bosan." Bu Nina mengeluarkan semacam buku berwarna hitam, putih, dan biru. "Nih, ibu tahu kamu suka nulis." Bu Nina menyodorkan tiga jenis buku dengan warna sampul yang berbeda. "Jadi, buku yang sampulnya biru adalah tempat kamu nulis apa aja yang pengen kamu tulis. Buku Putih, ini macam-macam. Kamu bisa nempel stiker, mewarnai, atau corat coret. Bebas. Kalau udah selesai kasih tahu Bu Nina ya. Terakhir, kalau kamu pengen ngegambar sendiri, kamu pakai kertas gambar yang ini. Oh jangan lupa, semua yang Bu Nina jelaskan tadi, harus sesuai ya. Nanti kamu bakal Bu Nina ajak keluar jalan-jalan."


"Bu Nina menganggapku gila?" cetusku.


Bu Nina sempat kaget. Alisnya sempat bertaut. Kemudian ia menyunggingkan senyum. Bu Nina berupaya untuk menjelaskan kalau ia tak bermaksud begitu.


"Mara, siapa bilang kamu gila dengan melakukan apa yang kamu senangi?"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun