Tak habis pikir aku, mengapa ketidak berdayaan di perumpamakan seperti tempe yang di injak.
Sungguh terkutuk manusia yang menginjak makanan dan sungguh kerdil manusia yang memaknai ketidak berdayaan sebagai satu peristiwa tungal, bukankah semua saja ada sebabnya.Â
Simbok sering berpesan padaku untuk terus belajar dan menikmati proses pembelajaran itu sendiri bagaimanapun caranya.
Simbok juga berkata bahwa memandang sesuatu harus dari berbagai sisi supaya lebih jeli dan berpesan untuk menerima semua saja sebagai sebuah kebenaran, karena dengan begitu akan tercipta sebuah persatuan.
Sama halnya dengan tempe, tempe adalah persatuan.
Hakikat tempe adalah merubah bentuk kedelai dari butiran menjadi kesatuan melalui media jamur dari ragi tempe. Proses perubahan fisik kedelai menjadi tempe ini disebut fermentasi.
Kedelai-kedelai yang tadinya saling tepisah satu dengan yang lain kini saling bertumpuk menjadi satu kesatuan yaitu tempe, yang sekarang sedang aku santap ini.
Ki hadjar dewantara menyela lagi dalam lamunankuÂ
"Maksud pengajaran dan pendidikan yang berguna untuk kehidupan bersama adalah memerdekakan manusia sebagai anggauta persatuan".
Entah mengapa sebuah tempe membawaku kehadapan cendekiawan itu lagi. Mungkin karena simbok dan bapak yang mengidolakan beliau sedari muda dulu.
Dulu setiap simbok dan bapak sedang duduk bersama, cendekiawan itu adalah objek obrolan mereka dan aku adalah subjeknya.