" Tindhak pundhi mas? , monggo kula betha'aken" tanya seorang bapak kuli panggul menawari jasa.
"Â Mboten pak" jawabku sambil berlalu pergi, bukan karena aku medhit, tapi waktu itu dompetku sukar diambil karena ku taruh terlalu dalam, dan dua tanganku juga sudah penuh dengan barang bawaan.
Aku pergi menuju peron bus untuk meneruskan perjalanan berikutnya.
Dalam pandanganku terlihat ada satu bus yang terparkir sudah terisi penuh dan bus lain sudah melaju dengan isian yang kurang lebih sama. Memang terminal bus memiliki kekuatan aneh yang misterius.
Di sana, walau setenang apapun perangaimu biasanya, pasti akan terdesak juga oleh kekuatan misterius itu untuk mendadak linglung dan panik.
Aku yang segera menyadari serangan itu, pelan-pelan mengembalikan kewarasanku. Kemudian aku letakan barang bawaanku lalu pergi menghampiri bapak-bapak berseragam yang sedang berdiri ditengah kerumunan.
Terdengar bapak itu menjelaskan kepada calon penumpang bahwa semua kursi telah habis dipesan, dan calon penumpang diarahkan-nya untuk menaiki bus trayek lain saja atau kalau mau, ada bus tambahan yang akan datang maghrib nanti.
Alasannya karena salah satu armada bus sedang mogok dan diperbaiki.
Pikiranku mulai bercabang, rencana perjalanan yang tersusun di dalam angan-angan segera ambyar. Seketika kekuatan misterius itu datang lagi, kini terasa lebih jelas dan lebih kuat dari yang sebelumnya.
Pelan-pelan aku lawan lagi serangan itu dan mulai meneliti pikiranku sendiri.
Seperti seorang wartawan, aku tanyai diriku sendiri, apakah aku akan pergi membopong beras, tas dan kardus ini lagi dan pergi ke peron lain, atau tetap menunggu disini dengan risiko tidak mendapatkan angkutan.