“Apa?”
“Kita putus! Kamu terlalu bahagia buat aku.”
“Ya sudah, kita putus! Itu kan yang kamu mau?!”
“Bener kan, yang aku bilang. Kita putus saja kamu masih kelihatan bahagia. Memang jahat kamu, ya!"
Ia tak bisa begini terus. Wajahnya mesti dirias atau paling tidak, mereka tak boleh menyaksikan kebahagiaan diraut wajahnya. Bahkan, kalau perlu, ia tutupi wajahnya dengan masker atau topeng. Akan tetapi, aura kebahagiaan di wajahnya tak terelakkan meski ia mengenakan masker dan topeng. Begitu pun saat wajah dan kepalanya sudah tertutupi helm berkaca hitam.
Di lampu merah menyala. Dua pemuda tanggung yang duduk berboncengan di atas sepeda motor terus memandangi ia tanpa mau mereka berkedip. Mereka pun berbisik-bisik asyik.
“Widih! Lihat, tuh, Mbaknya, kelihatan bahagia. Jadi pengen dipeluk.”
“Itu masih bagian tubuhnya, belum lagi wajahnya!”
“Ah, yang bener, Lu? Jadi penasaran sama mukanya.”
Kini, kebahagiaan di wajahnya merebak hingga ke seluruh anggota tubuh. Membuat dua pemuda tanggung itu terpukau dan ikut bahagia.
“Mbak?”, sapa satu pemuda tanggung itu.